Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

Admin PusakaKeris.com
● online
Admin PusakaKeris.com
● online
Halo, perkenalkan saya Admin PusakaKeris.com
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Buka jam 08.00 s/d jam 23.00
Beranda » Dhapur Kidang Soka » Keris Kidang Soka Luk 7 Mataram Senopaten
click image to preview activate zoom

Keris Kidang Soka Luk 7 Mataram Senopaten

Rp 3.300.000
KodeHEM001
Stok Tersedia (1)
Kategori Dhapur Kidang Soka, Katalog Produk, Keris, Keris Luk 7, Pamor Beras Wutah, Tangguh Mataram Senopaten
Jenis : Keris Luk 7
Dhapur Kidang Soka
Pamor Wos Wutah
Tangguh Mataram Senopaten
Warangka : Gayaman Surakarta, Kayu Kemuning
Deder/Handle : Yudawinatan, Kayu Kemuning
Pendok : Blewah, Bahan Tembaga
Mendak : Parijata, Bahan Kuningan
Tentukan pilihan yang tersedia!
Pemesanan lebih cepat! Quick Order
Bagikan ke

Keris Kidang Soka Luk 7 Mataram Senopaten

Keris Kidang Soka Luk 7 Mataram Senopaten

Dalam khazanah tosan aji Jawa, Kidang Soka dikenal sebagai dhapur yang sarat simbol tentang kepekaan dan ketangkasan hidup. Nama kidang melambangkan kecerdasan instingtif dan kewaspadaan, sementara soka—bunga kecil berwarna merah—menjadi perlambang ketulusan, kehormatan, dan kejernihan rasa. Dalam wujud luk 7, dhapur ini menghadirkan gambaran langkah hidup yang terukur: lincah namun tidak tergesa, peka namun tetap tenang dalam pertimbangan.

Ketika Kidang Soka ini ditempatkan dalam bingkai tangguh Mataram Senopaten, makna tersebut menemukan kedalaman sejarahnya. Masa Senopaten merupakan periode peralihan yang menyatukan warisan Majapahit dengan ruh Mataram Islam, melahirkan pusaka berwatak matang, tegas, dan berwibawa. Keris Kidang Soka Luk 7 Mataram Senopaten dengan demikian bukan sekadar artefak masa lalu, melainkan simbol keseimbangan antara ketajaman naluri dan kejernihan batin—pusaka yang menuntun pemiliknya untuk sigap membaca keadaan, namun tetap teguh berjalan di jalan yang lurus.

Dhapur Kidang Soka Luk 7

Dalam buku keris terbitan Keraton Surakarta, dhapur Kidang Soka disebut memiliki ricikan antara lain sekar kacang, jalen, lambe gajah dua, tikel alis, sraweyan, dan ri pandan. Berdasarkan rujukan inilah pusaka ini diidentifikasi sebagai berdhapur Kidang Soka. Meskipun dalam buku Keris Jawa: Antara Mistik dan Nalar karya Haryono Haryoguritno dhapur Kidang Soka lebih sering dikaitkan dengan keris luk 9, di dalam keterangannya juga disebutkan bahwa Kidang Soka dapat muncul dalam berbagai bentuk luk, termasuk luk 7, luk 11, hingga luk 13, selama ricikan utamanya terpenuhi.

Secara harfiah, nama Kidang Soka tersusun dari dua kata: kidang yang berarti kijang, dan soka yang merujuk pada bunga soka—bunga merah kecil yang tumbuh bergerombol dan kerap menjadi simbol kehormatan, daya hidup, serta ketulusan. Penggabungan dua unsur ini melahirkan gambaran tentang makhluk yang lincah dan peka, namun tetap halus budi dan bersih niatnya.

Dalam tafsir filosofis, Kidang Soka mengajarkan tentang kepekaan batin dan ketangkasan dalam melangkah hidup. Kijang melambangkan kecerdasan instingtif, kewaspadaan, dan kemampuan membaca tanda-tanda alam tanpa gegabah. Sementara bunga soka menghadirkan makna ketulusan, keramahan, dan kejernihan rasa. Dari sinilah Kidang Soka dipahami sebagai simbol keseimbangan antara kecerdikan duniawi dan keluhuran budi.

Dengan demikian, keris Kidang Soka bukan sekadar pusaka ketangkasan, tetapi juga pengingat agar pemiliknya selalu sigap tanpa tergesa, peka tanpa curiga berlebihan, serta kuat namun tetap halus dalam sikap. Ia mencerminkan harmoni ideal antara ketajaman nalar dan kejernihan batin—nilai yang dijunjung tinggi dalam falsafah Jawa.


Pamor Wos Wutah

Pamor Wos Wutah, atau dikenal pula sebagai Beras Wutah, menampilkan motif berupa bercak-bercak kecil berwarna terang yang tersebar di permukaan bilah, menyerupai beras yang tumpah berceceran. Dari visual inilah pamor ini memperoleh namanya. Dalam pemaknaan simbolik, Wos Wutah melambangkan rejeki yang melimpah, keberkahan yang datang dari berbagai arah, serta kecukupan yang terus mengalir.

Namun pamor ini tidak semata berbicara tentang kelimpahan materi. Ia juga mengandung pameling (pengingat) yang dalam, terutama dalam konteks kehidupan rumah tangga. Peribahasa “beras tumpah jarang kembali ke takarannya” menjadi pesan moral yang melekat pada pamor ini—menggambarkan bahwa sesuatu yang telah rusak atau berubah, sulit untuk kembali seperti semula.

Dalam kehidupan berumah tangga, pamor Wos Wutah mengajarkan pentingnya menjaga kepercayaan dan rasa hormat antara pasangan. Jika “beras telah terlanjur tumpah”, pemulihannya membutuhkan waktu, kesabaran, dan ketulusan—dan hasilnya pun tak akan sepenuhnya sama. Karena itu, pamor ini menjadi pengingat agar keharmonisan dijaga sejak awal, sebelum penyesalan datang kemudian.


Tangguh Mataram Senopaten

Dalam Serat Centhini, tangguh Mataram Senopaten digambarkan sebagai pusaka dengan perawakan pasikutan yang prigel dan bagus, besi bersemu biru, kering namun halus, pamor menancap pandhes, berwatak ngawat, kencang, dan keras—sebuah pusaka yang tan ana kang nguciwani, tidak mengecewakan. Keris-keris pada masa ini umumnya masih membawa karakter Majapahit, karena banyak empu pada masa Panembahan Senopati merupakan empu Majapahit atau keturunannya. Salah satu tokoh empu penting pada masa peralihan ini adalah Empu Supo Anom, yang juga dikenal sebagai Empu Kinom.

Dalam Pakem Pusaka Duwung, Sabet, Tombak peninggalan R.Ng. Ronggowarsito (ditulis ulang oleh R.Ng. Hartokretarto, 1964), digambarkan ciri-ciri keris Senopaten dengan gandik sedang hingga agak panjang, sekar kacang besar, tikel alis, pejetan, dan sogokan yang dalam serta lebar. Wilahnya berperawakan sedang, agak tebal, dengan luk yang kekar. Besinya halus, agak kering, dan pamornya putih terang serta alus.

Keris tangguh Mataram Senopaten juga banyak dijumpai menggunakan gonjo sebit ron tal, dinamai demikian karena bentuk wuwungannya menyerupai sobekan daun tal (siwalan). Bentuk gonjo ini banyak diminati, karena sering dijumpai pada keris-keris bergelar tua, di mana ekor cicak tidak terlalu runcing. Hal ini berbeda dengan gonjo nguceng mati, yang memiliki sirah cecak kecil dan lancip serta buntut panjang dan tajam. Keseluruhan ciri tersebut menegaskan karakter tangguh Senopaten sebagai pusaka masa peralihan: kokoh, matang, dan sarat wibawa sejarah.

HEM001

Tags: , , ,

Keris Kidang Soka Luk 7 Mataram Senopaten

Berat 1500 gram
Kondisi Bekas
Dilihat 9 kali
Diskusi Belum ada komentar

Belum ada komentar, buka diskusi dengan komentar Anda.

Mohon maaf, form diskusi dinonaktifkan pada produk ini.
Produk Terkait

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Checkout
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah:

WhatsApp WhatsApp us