Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami
● online 6282177400100
● online
- Keris Tilam Sari Pamor Pulo Tirto Sumber Mas Majap
- Pusaka Keris Brojol Pamor Unthuk Banyu
- Jual Keris Majapahit Kuno Jalak Sangu Tumpeng Pamo
- Keris Gonjo Iras Keleng Tangguh Sedayu Majapahit
- Toples Tempat Cemilan Kayu Jati Motif Buah Apel
- Jual Blawong Keris Kayu Jati Ukir Gunungan Wayang
- Sengkelat Luk 13 Mataram Senopaten
- Toples Kecil Motif Cukit Kayu Jati
Keris Brojol Pamor Pedaringan Kebak Sepuh Kuno
Kode | K115 |
Stok | Habis |
Kategori | Dhapur Brojol, Keris, Keris Lurus, Keris Sepuh, Pamor Pedaringan Kebak, Tangguh Mataram, TOSAN AJI 3 |
Keris Brojol Pamor Pedaringan Kebak Sepuh Kuno
Keris Brojol Pamor Pedaringan Kebak Sepuh Kuno
- Dhapur Keris (jenis bentuk keris) : Brojol
- Pamor (motif lipatan besi) : Pedaringan Kebak
- Tangguh (perkiraan masa pembuatan) : Mataram
- Panjang Bilah : 33 cm
- Pesi masih utuh panjang original tidak sambungan
- Warangka : Gayaman Solo Kayu mangga Hutan Kuno
- Handle / Gagang : Kayu Kemuning Kuno
- Pendok : –
- Mendak : Perunggu Kuno
- Garansi 100 % asli sepuh kuno
- Barang sama persis seperti foto
Filosofi Keris Brojol
Dalam masyarakat yang memandang keris dari sisi isoteri, seringkali dhapur keris Brojol ini dikaitkan dengan tuahnya “memperlancar kelahiran jabang bayi”. Sehingga mungkin banyak orang yang menganggap keris ini hanya cocok untuk mereka yang berprofesi sebagai dukun bayi. Benar dan tidaknya mengenai tuah tersebut, hanya Tuhan yang mengetahui. Namun di sisi lain, dijumpai bahwa banyak masyarakat yang memperoleh pusaka warisan keluarga ber-dapur Brojol, meskipun mereka bukan dari keturunan dukun bayi.
Brojol, Sebagai Simbol Kelahiran
Keris Dapur Brojol, sebagaimana dhapur keris lainnya merupakan suatu karya yang mempunyai muatan spiritual berupa ajaran-ajaran hidup. Secara terminologi, brojol memang identik dan terkait dengan masalah kelahiran. Brojol merupakan istilah Jawa untuk ungkapan peristiwa kelahiran jabang bayi ke dunia. Keris berdapur brojol, sebagai simbol kelahiran bayi sebenarnya bukan pada proses kelahiran itu sendiri yang akan disampaikan, akan tetapi ditujukan pada kesucian jabang bayi yang baru dilahirkan, yaitu fitrah manusia.
“Ajaran-ajaran Jawa disampaikan penuh dengan pengetahuan esoterik yang merangsang angan-angan dan perenungan.“
(Niels Mulder, 2001:129)
Penafsiran yang dilakukan sangat tergantung wawasan dan pengalaman masing-masing pribadi yang sangat subjektif. Dalam budaya suatu ajaran yang dianggap penting jika disampaikan tanpa simbolisasi tentu menjadi tidak menarik dan juga kurang menyenangkan, karena disampaikan secara biasa-biasa saja (polos) dan tegas. Sebaliknya semakin tersembunyi (simbolik) dan semakin rumit maka akan semakin menarik dan makin mengembangkan pemikiran.
Fitrah Manusia
Fitrah manusia merupakan potensi dasar yang ada pada manusia untuk percaya adanya Tuhan dan selalu condong kepada kebenaran. Fitrah ini diciptakan dan bersumber dari Tuhan. Oleh karenanya, fitrah manusia mengarah kepada tujuan yang satu, kebenaran, dan kesucian jiwa yang menjadikan manusia selalu kembali dekat kepada Penciptanya. Pada hakekatnya, dalam diri manusia ada fitrah untuk senantiasa berbuat baik dan menjauhkan diri dari perbuatan jahat. Nurani manusia selalu merindukan kedamaian dan ketenangan. Jauh di dalam lubuk hati manusia, pada dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus menerus mengikuti jalan agama yang benar. Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya, fitrah yang diajarkan agama.
Fitrah manusia itu pada dasarnya memiliki kecondongan membutuhkan adanya Tuhan Sang Pencipta. Dengan kecenderungan fitrah inilah manusia; bagaimanapun ingkarnya dia; ketika ia dalam keadaan tak berdaya, maka tetap akan mengakui keberadaan dan kekuasaan Tuhan. Inilah hakikat fitrah manusia. Apabila mereka taat dan patuh pada perintah Tuhan, mereka akan selalu dekat dengan-Nya. Apabila ia dekat dengan Tuhannya, ia akan selalu merasakan kehadiran Tuhan setiap saat. la akan merasa bahwa setiap perilakunya, gerak geriknya berada dalam pengawasan Tuhan. Jika fitrah manusia telah kembali dan terjaga, timbul sifat ihsan dalam dirinya. Serasa ia berada dalam perhatian Tuhan, sehingga menjadikannya tertib dan berhati-hati dalam setiap sikap dan perbuatan. Prinsip kebaikan ini diakui oleh seluruh umat manusia, sedangkan perilaku yang tidak baik akan senantiasa mengantarkan manusia menuju kehinaan dan kesengsaraan.
Ironisnya, banyak di antara kita yang melupakan fitrah insaniyah (kemanusiaan) kita. Sebagian besar kita justru dipengaruhi, bahkan dikuasai oleh nafsu. Kita sering menjadikan nafsu sebagai illahi (Tuhan) dalam kehidupan ini. Padahal dalam ajaran agama Tuhan secara tegas mengecam para budak “nafsu”. Tidak lain seperti halnya binatang yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Betapa nista dan hinanya sebutan padanan yang diberikan Tuhan kepada para pemuja nafsu. Mereka diibaratkan seperti binatang, bahkan jauh lebih hina dari binatang. Inilah saat ketika manusia tergelincir berbuat kejahatan yang menghinakan dirinya serta menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan agamanya. Manusia diciptakan sebagai mahluk paling sempurna, karena dikaruniai akal. Akal akan menuntun manusia untuk menentukan derajatnya, apakah di bawah binatang atau bahkan di atas malaikat.
Dalam pandangan Jawa ada dua macam nafsu yang sangat menghalangi nilai kemanusiaan, yaitu hawa nafsu (nafsu-nafsu) dan pamrih (egoisme). Tak perlu disebutkan disini bermacam nafsu, namun secara umum ada idiom yang di sebut Mo-Limo, yaitu Madat (nyandu obat terlarang), Madon (main perempuan, selingkuh, seks bebas), Minum (Mabuk), Maling (mencuri, menipu, korupsi), dan Main (judi).
Hawa Nafsu yang tidak baik, merupakan perasaan dan tindakan kasar yang melemahkan kontrol diri manusia sehingga dapat melemahkan kekuatan batin. Orang yang dikuasai nafsu menunjukkan bahwa akal budi belum menduduki pengendalian jiwanya. Manusia semacam itu tidak lagi mengembangkan segi-segi halusnya (perasaan) dan kebanyakan akan menimbulkan konflik dan pertentangan, baik dalam keluarga maupun dalam lingkungannya dengan masyarakat.
Halangan yang kedua yaitu Pamrih (egoisme). Bertindak oleh karena pamrih berarti hanya mementingkan kepentingannya sendiri tanpa mengindahkan kepentingan orang lain bahkan seringkali merugikan orang lain. Pamrih merupakan sikap yang memperlemah manusia dari dalam. Pamrih terutama terkait dengan tiga nafsu, yaitu menganggap dirinya paling berkuasa, menganggap dirinya yang paling benar, dan hanya memperhatikan kebutuhan diri sendiri.
Dua macam nafsu tersebut menjadi halangan manusia mencapai Fitrah yang telah diberikan oleh Tuhan. Banyak keinginan manusia diluar kebutuhannya. Manusia yang telah dikuasai oleh nafus selalu berusaha untuk memenuhi segala keingannnya tanpa batas, meskipun ditempuh dengan cara-cara yang merendahkan derajat/martabatnya (suap, korupsi, menipu orang lain, mencuri dan sebagainya). Hasil tersebut dapat memenuhi keinginan manusia untuk memperoleh uang dan harta yang melimpah, rumah mewah, mobil banyak, sandangan serba bergengsi, gaya hidup hedonisme/konsumtif, dan sebagainya.
Meskipun hal tersebut dapat diperoleh, akan tetapi dari lubuk hari yang paling dalam, ada perasaan tidak tenteram, merasa berdosa, itulah fitrah yang diberikan Tuhan pada manusia. Bagi manusia yang masih sadar akan eksistensi kemanusiaannya, tentu ia tidak mau merendahkan derajatnya, ia akan selalu berusaha untuk mempertahankan fitrah kemanusiaannya. Bahkan, ia akan selalu berusaha meningkatkan derajat serta kualitas kemanusiaannya. Tetapi bagi mereka yang telah dibutakan mata hatinya oleh dekapan nafsu, la akan terlena dan terbuai, tidak mempedulikan lagi fitrah kemanusiaannya yang suci. la akan terlelap dalam bisikan nafsu, sampai akhirnya maut datang menjemputnya.
Untuk mengendalikan nafsu-nafsu dapat dilakukan dengan cara laku tapa dengan sedikit mengurangi makan, tidur, menguasai diri dibidang seksual, dan lain sebagainya. Sebagaimana dalam Serat Wulangreh tembang Durma :
“Dipun sami ambanting sariranira, cegah dhahar lan guling, darapon suda, nepsu kang ngambra-ambra, rerema ing tyasireki, dadi sabarang karsanira lestari“
(Lakukanlah prihatin, janganlah terlalu banvak makan dan terlalu banyak tidur, agar nafsu yang menyala-nyala dapat berkurang dan hati menjadi tenteram. Akhirnya segala sesuatu yang hendak dicapai akan terlaksana)
Sesuai dengan hal tersebut, bagi orang Jawa laku tapa bukanlah meniadakan sama sekali dorongan biologis akan tetapi sekedar mengatur dan membatasinya. Hal tersebut tentu dapat dicapai dengan membiasakan diri atau latihan. Taat terhadap perintah Tuhan dan selalu menjalankan apa yang telah diajarkan dalam agama juga merupakan suatu laku tapa. Sehingga dengan laku tapa demikian, diharapkan akan mendekatkan diri kepada Tuhannya dan diharapkan manusia selalu pada fitrahnya.
Pijetan menunjukkan kelapangan hati, Gandik polos menunjukkan ketabahan.
Dapur Brojol mempunyai ricikan Pijetan yang merupakan simbol dari kelapangan hati. Gandik polos merupakan simbol ketabahan dalam menjalani hidup. Kelapangan hati terhadap sesuatu yang diperoleh, khususnya terhadap keadaan yang tidak menyenangkan hati. Fitrah manusia itu pada dasarnya memiliki kecondongan percaya pada kekuasaan dan takdir Tuhan. Takdir bagi orang Jawa disebut dengan istilah “pepesthen“. Pepesthen mempunyai arti segala sesuatu yang menyangkut hidup manusia tidak dapat dilepaskan dari takdir Tuhan. Ada ajaran Jawa yang mengatakan :
“Ora ana kasekten sing madhani pepesthen, awit pepesthen iku wis ora ana sing bias murungake“ (tiada kesaktian yang mempunyai kepastian sebagimana yang dimiliki Tuhan, karenanya tidak ada yang dapat menggagalkan kepastian dari Tuhan).
Oleh karena itu, dalam paham ajaran Jawa selalu beranggapan bahwa merah-birunya kehidupan tergantung dari takdir Tuhan. Peristiwa kehidupan di dunia yang menyangkut keselamatan-bencana, sengsara-kesenangan, kekayaan-kemiskinan, dan sebagainya sudah merupakan pepesthen. Atas dasar itu, orang Jawa menyikapi pandangan hidup dengan sekedar menjalankan apa yang telah ditentukan oleh Tuhan.
Brojol Merupakan Ajaran Hidup Menuju Fitrah Manusia
Dhapur Brojol yang sederhana merupakan suatu simbol mengenai ajaran hidup bagaimana seseorang untuk menjaga fitrah yang telah diberikan oleh Tuhan. Meskipun bentuknya sederhana, dhapur keris ini sarat dengan ajaran hidup yang sangat dalam. Meskipun fidak mudah untuk mencapainya, namun paling tidak ajaran ini mengingatkan manusia. Seorang yang masih sadar akan eksistensi kemanusiaannya, tentu ia tidak mau merendahkan derajatnya, ia bahkan akan selalu berusaha untuk mempertahankan fitrah kemanusiaannya. Bahkan, ia akan selalu berusaha meningkatkan derajat serta kualitas kemanusiaannya.
Nafsu-nafsu duniawi yang menghalangi pencapaian fitrah, dikendalikan dengan tapa laku dan memahami takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Karena hidup ini tidak lepas dari kepastian dari Tuhan maka segala yang telah tercapai harus disyukuri, diambil hikmahnya, dan harus diterima dengan ikhlas, hati yang lapang, tabah, dan pasrah. Tabah dan pasrah menunjukkan kestabilan jiwa seseorang dalam menjalani hidup. Namun demikian, orang harus wajib berikhtiar dan harus berusaha semampunya. Namun usaha tersebut perlu dijalani sewajarnya, tidak memaksakan diri di luar batas kemampuannya, melanggar ajaran agama, dan merugikan orang lain. Orang yang hidup memaksakan diri dan neko-neko (bertingkah), cenderung untuk berbuat dan berperilaku tidak baik, yang justru menjauhkan dirinya dari pencapaian fitrahnya sebagai manusia.
Keris Pamor Pedaringan Kebak
Pamor Pedaringan Kebak ini dilihat dari gambaran motifnya sangat mirip dengan pamor wos wutah. Dilihat dari sudut arti namanya pun ada kaitannya. Wos Wutah artinya Beras Tumpah, sedangkan Pedaringan Kebak artinya Peti Beras yang penuh. Kata “pedaringan” artinya peti beras. Dulu,tempat penyimpanan beras umumnya orang Jawa dalam sebuah peti besar terbuat dari kayu. Dari segi bentuk gambaran pamornya, pedaringan kebak lebih ruwet dibandingkan dengan bentuk gambaran pamor wos wutah.
Pamor ini boleh dikatakan menempati hampir seluruh permukaan bilah keris, tidak mengelompok menjadi beberapa bagian. Sedangkan tuahnya lebih kurang sama dengan tuah pamor wos wutah hanya lebih kuat pamor ini. yaitu ketentraman rumah tangga, karier, memudahkan datangnya rezeki, dan juga sebagai penolak bencana. Pamor ini tidak pemilih, artinya siapa saja cocok memilik keris dengan pamor ini.
Tags: cara menggunakan keris brojol, jual keris brojol, kegunaan keris brojol dunia mistis, kegunaan keris brojol majapahit, keris brojol pajajaran, keris brojol pamor banyu mili, Keris Brojol Pamor Pedaringan Kebak Sepuh Kuno, kesaktian keris brojol, mantra keris brojol, perbedaan keris brojol dan tilam
Keris Brojol Pamor Pedaringan Kebak Sepuh Kuno
Berat | 1500 gram |
Kondisi | Bekas |
Dilihat | 3.827 kali |
Diskusi | Belum ada komentar |
Keris Tilam Sari HB VII Istimewa Dhapur Keris (jenis bentuk keris) : Tilam Sari Pamor (motif lipatan besi) : Tambal Wengkon Tangguh (perkiraan masa pembuatan) : Mataram HB VII / Hamengkubuwono ke-7 Panjang Bilah : 35 cm Pesi Utuh Masih Panjang Original Warangka : Gayaman Yogyakarta Kayu Timoho Handle / Gagang : Yogya Kayu Timoho Pendok… selengkapnya
*Mahar Hubungi AdminKeris Gajah Mada Kontemporer Kinatah Kamarogan Keris Gajah Mada Kontemporer Kinatah Kamarogan merupakan hasil maha karya yang sangat indah. Keris ini dipesan secara khusus dengan ganan berornamen Patih Gajah Mada dengan membawa pedang sebagai ciri khas gayanya. Keris dengan model kontemporer seperti ini layak untuk melengkapi koleksi Anda khususnya untuk keris dengan tangguh Kamardikan. Perkembangan… selengkapnya
Rp 3.000.000Keris Tumenggung Pamor Rambut Pinutung Tangguh Blambangan Dhapur Keris (jenis bentuk keris) : Tumenggung Pamor (motif lipatan besi) : Rambut Pinutung Tangguh (perkiraan masa pembuatan) : Blambangan Era Majapahit Panjang Bilah :32,5 cm Warangka : Ladrang Surakarta Gandar Iras Kayu Sono Keling Handle / Gagang : Kayu Kemuning Bang Kuno Pendok : – Mendak :… selengkapnya
*Mahar Hubungi AdminJual Golok Cibatu Kuno Pamor Damaskus Janur Sinebit Banyu Mili Dhapur/ Nama bentuk Pedang : Golok Cibatu Pamor / Motif Lipatan Besi : Damarkus janur Sinebit Banyu Mili Tangguh : Kuno Panjang bilah tajam : 32,8 cm Panjang Total Ketika Disarungkan : 45 cm Warangka : Kayu jati kuno Handel / Gagang Pedang : Kayu… selengkapnya
Rp 1.555.000Pusaka Keris Nogo Primitif Luk 3 Sepuh Kuno Dhapur: Nogo Primitif Luk 3 Pamor: Wengkon Isen Kode: PK093 INFO SELENGKAPNYA Tentang Pusaka Keris Nogo Primitif Luk 3 Sepuh Kuno Silahkan Hubungi Kami Melalui Whatsapp/Telp/SMS: 082177400100
*Mahar Hubungi AdminKeris Brojol Pamor Brahma Watu Langka Tangguh Tuban Sepuh Dhapur Keris (jenis bentuk keris) : Brojol Pamor (motif lipatan besi) : Brahma Watu (pamor Langka) Tangguh (perkiraan masa pembuatan) : Tuban Mataram Abad Ke 17 Masehi Panjang Bilah : 32,5 cm Warangka : Gayaman Surakarta Kayu Galeh Asem Handle / Gagang : Kayu kemuning Bang… selengkapnya
Rp 1.888.000Keris Tindih Bethok Putut Pandito Semedi Pamor Melati Sinebar Sepuh Kuno Dhapur Keris (jenis bentuk keris) : Bethok Putut Pandito Semedi Pamor (motif lipatan besi) : Melati Sinebar Tangguh (perkiraan masa pembuatan) : Pajajaran Sepuh Panjang Bilah : 25,6 cm Warangka : Gayaman Jogja Kayu Timoho Kuno Original Bawaan Bilah Handle / Gagang : Kayu… selengkapnya
Rp 6.555.000Pusaka Keris Nogo Sosro Kinatah Emas Asli Sepuh Kuno SALAH SATU KOLEKSI PRIBADI KAMI. KERIS NAGA SASRA KINATAH EMAS ASLI SEPUH KUNO TANGGUH ERA MATARAM SULTAN AGUNG. DENGAN SANDANGAN YG MEWAH DAN ELEGANT, WARANGKA DAN HULU DARI KAYU CENDANA WANGI DG GAYA MODEL LADRANG SURAKARTANAN. KHUSUS UNTUK KERIS PUSAKA YG SATU INI MEMANG TIDAK KAMI… selengkapnya
*Mahar Hubungi AdminKeris Sabuk Inten Pamor Singkir Kuno Dhapur Keris (jenis bentuk keris) : Sabuk Inten Pamor (motif lipatan besi) : Singkir (lipatan pamor nyekrak lembut nyutro) Tangguh (perkiraan masa pembuatan) : Mataram Sultan Agung Panjang Bilah : 34,2 cm Pesi masih utuh panjang tidak sambungan Warangka : Gayaman Surakarta Kayu Cendana Wangi Kuno Gandar Iras Utuh… selengkapnya
*Mahar Hubungi AdminPusaka Keris Panji Anom Pamor Wos Wutah Dhapur Keris (jenis bentuk keris) : Panji Anom / Panji Nom Pamor (motif lipatan besi) : Wos Wutah / Beras Wutah (Full Bilah) Tangguh (perkiraan masa pembuatan) : Mataram HB I Panjang Bilah : 36 cm (pesi utuh masih panjang original) Warangka : Ladrang Surakarta (kayu gembol jati)… selengkapnya
*Mahar Hubungi Admin
Belum ada komentar, buka diskusi dengan komentar Anda.