Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

Admin PusakaKeris.com
● online
Admin PusakaKeris.com
● online
Halo, perkenalkan saya Admin PusakaKeris.com
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Buka jam 08.00 s/d jam 23.00
Beranda » Blog » Mazhab Keris Keras – Bifurkasi dan Simulakrum

Mazhab Keris Keras – Bifurkasi dan Simulakrum

Diposting pada 28 Juli 2023 oleh admin / Dilihat: 73 kali / Kategori:

Mazhab Keris Keras – Bifurkasi dan SimulakrumMAZHAB KERIS KERAS – BIFURKASI DAN SIMULAKRUM

(Arif Hanafi Christvany/AVFH Christvany Islamwell MPIH)

Dunia Timur, dunia tengah dan dunia barat  mempunyai budaya metalurgi yang hampir sama dengan budaya Tosan Aji berpamor Nusantara. Bedanya mereka hanya menggunakan logam berbeda kandungan karbon atau memadukan beberapa jenis logam berbeda. Sedangkan metalurgi Tosan Aji Nusantara kelas atas menggunakan Pamor Meteorite (yang di Jawa disebut sebagai Wahyu Ilahiah karena dikirim ke dunia bawah dari alam Dewata) dan menggunakan Nikel pada tosan aji kelas rendah.

 

Keris itu di dalam prasasti-prasasti kuno disebut dengan Kres. Kres itu bagi Priyayi Jawa adalah Pasemon dari kebijaksanaan tanpa batas, ketinggian ilmu tak terbatas, welas asih tiada berbatas dari manusia Dewata, manusia Bathara, manusia Binanthara, manusia Bendoro, manusia Paindra, manusia Setengah Dewa, Cermin dari Dewa Pemelihara Segala Alam, Sang Prabu KRES-na. Maka dengan berani-berani mengagem keris, seorang Priyayi Jawa mewajibkan dirinya untuk berpolah pikir, bertingkah laku dan bertutur kata seperti Prabu Kresna Awatara Dewa Wisnu. Menjadi  Dewata yang sedang turun ke bumi menebar kebahagiaan. Mamayu Hayuning Bawana bukan menjadi Ndoro-Bei yang malah selalu menuntut dilayani dibahagiakan.

 

Keris di dalam manuskrip-manuskrip kuno disebut sebagai Wuku/Waluku/Luku, yang berarti alat pertanian pembajak sawah/ladang, alat pembalik tanah. Wuku/Waluku/Luku tersusun dari kayu Joran tempat kerbau menghela, besi Singkal untuk membalik tanah dan besi Kejen sebagai ujung pembuka tanah. Persis seperti keris, ada deder kayu tempat tangan manusia menghela, ada besi pesi, ada besi Wilahan sebagai ujung.

 

Wuku/Waluku/Luku selain berarti keris disebut juga Brojol, tak heran bila ada hubungan antara Wuku/keris dan keris Dhapur Brojol, sama-sama tentang pembabaran, pembabaran baru lahan tanaman padi dan pembabaran sebagai manusia baru. Padi merupakan tanaman kesayangan Dewi Sri istri Dewa Wisnu. Manusia yang terbabar/terlahir kembali adalah jalan menuju moksa, manusia kesayangan Dewata. Manusia moksa adalah manusia yang kematiannya malah menjadi berkah bagi alam semesta karena sepeninggalnya, jasa-jasanya tetap bisa Mamayu hayuning bawana, tidak meninggalkan kerusakan dan huru-hara dunia.

 

Wuku/Waluku/Luku adalah alat pertanian yang pertama kali menyentuh tanah sebelum alat-alat pertanian yang lain. Maka sedemikian pula keris, adalah alat pertama untuk membabar manusia yang terbuat dari tanah untuk terlahir kembali menjadi manusia setengah dewa, bukan malah menjadi Asura yang penuh angkara murka menghunus keris semena-mena menghalalkan segala cara mengejar nafsu dunia. Lupa bahwa manusia hanya bentuk sementara dari tanah yang nanti kembali menjadi tanah, untuk dibajak dan dibabar lagi jadi manusia yang lain. Manusia baru yang sama sekali tidak mengenal tanah bekas dari manusia sebelumnya, meski itu bekas tanah dari manusia Asura Angkara murka yang terkenal.

 

Wuku/Waluku/Luku dihela oleh Munding/Mahesa/Kebo/Kerbau. Mahesa adalah Pasemon dari kekuatan besar yang tenang, berhati dan bertangan dingin. Mahesa adalah gelar pangkat keningratan kebangsawanan/raja karena Mahesa adalah kerabat Nandini wahana Dewa Siwa. Seperti halnya Nandini sang Sapi telinga Dewa Shiwa, Mahesa adalah sang Raja telinga Dewa Shiwa. Dan tidak hanya Dewa Siwa yang berdiri disampingnya, maka Dewa Pelindung Para Sapi Kresna Govinda juga berdiri disana. Manusia Dewata, manusia Binanthara, manusia setengah dewa.

 

Dengan berani-berani mengagem keris/Wuku/Waluku/Luku maka Priyayi Jawa akan mewajibkan dirinya untuk WA-ni L-elak-U mu-KU-nda (gelar Prabu Kresna sang Awatara Dewa Wisnu sebagai Pemberi ke-Muktian/kebahagiaan/kemulyaan). Priyayi Jawa mewajibkan dirinya untuk berani untuk me-mukti-kan dirinya, mulya di hadapan Dewata dan berani me-mukti-kan memulyakan membahagiakan orang lain tanpa pamrih.

 

Dalam Tosan Aji Nusantara Jawa Keris/Kris itu ‘K-E-karan’ (otot, pertahanan, tampang gagah) dan ‘a-RIS’ (halus, pengasih dan penyayang). Keris menuntut pengagemnya untuk mempunyai kepribadian  dan berani bersikap ksatria, ber-ngelmu dan berilmu, berbudi halus luhur, adap asor, merendah sehingga mudah disayangi oleh orang lain, hewan binatang pun tanaman serta Mayapada tentram karenanya.

 

Keris itu ‘KE-karen’ yaitu haibah/haibat (kehebatan), sehingga keris menuntut pengagemnya untuk wajib ngelmoni Harjuna Mayabumi, bagaimana cara Ksatria Panengah Pandawa itu menuntut segala ilmu setinggi mungkin sehingga membuat kawan dan lawan menjadi punya rasa segan tanpa perlu melepaskan kekerasan. Dan ‘a-RIS’ yaitu mahabbah/mahabat (rasa sayang), bagaimana cara Harjuna sebagai manusia mahluk tertinggi menaklukkan musuh dengan welas asih tanpa rasa permusuhan. Jadi keris adalah Puncak Ilmu Kanuragan dan Ilmu Hikmah. Maka pengagem keris harus dan wajib mau berjiwa dingin dan menentramkan alam semesta untuk meredam sisi asli keris yang tidak bisa tidak ganas dan haus darah.

 

Keris itu senjata ‘seng-KE-ran’ yaitu senjata rahasia yang tak boleh sembarangan diumbar-umbar dipertontonkan dipersombongkan, karena bersifat ‘gegi-RIS’ yaitu haus darah. Hal yang sangat berbahaya bagi diri sendiri, orang lain maupun alam-alam semesta.  Sehingga keris menuntut pengagemnya untuk kuat ‘ngelmu’ kuat ‘laku’. Menuntut pengagemnya menjadi pribadi yang tidak berlaku Adigang Adigung Adiguna Sapa Sira Sapa Ingsun. Karena pada dasarnya, seindah apapun Sandhangan keris, sehebat apapun Dhapur keris, setinggi apapun Pamor keris, sedahsyat apapun Angsar keris, keris tetap senjata haus darah. Itulah letak pentingnya keselarasan kepribadian antara pengagem dan yang diagem.

 

Priyayi Jawa menyebut keris dengan sebutan ‘Dhuwung’, karata basa dari kata DHU-wur (tinggi) dan su-WUNG (kosong) atau pusat dan puncak kedigjayaan. Keris menuntut pengagemnya untuk berilmu setinggi mungkin tapi tetap selalu menganggap dirinya masih kosong.

Mazhab Keris Keras – Bifurkasi dan Simulakrum

Sebagai benda pusaka, nilai keris tidak ditentukan semata-mata berdasarkan ketajamannya. Keris lebih dinilai dari aspek yang terkandung di dalamnya, yaitu; bilah (berupa benda padat yang ditempa), hulu (bentuk dan modelnya dari pangkal ke ujung) dan walangka (sarung atau wadah keris). Hal inilah yang membedakan keris dengan pusaka sejenisnya Karih (Minangkabau), Sele (Bugis), Keris (Bali, Sasak) dan kalis (Thailand).

 

Dari informasi yang terdapat pada relief candi-candi di Jawa Tengah, keris tampaknya sudah dikenal lama oleh masyarakat Jawa. Hanya saja berdasarkan sumber tertulis, keris pada mulanya sebagai senjata perang (kitab Arjunawiwaha, abad ke-11), sebagai senjata potong (kitab Sumanasantaka, abad ke-12). Baru pada abad ke-14 keris dijadikan sebagai benda pusaka yang tersimpan dalam wadahnya (kitab Sutasoma).

 

Berdasarkan catatan sejarah ini telah terjadi perubahan fungsi keris sebagai senjata menjadi barang pusaka. Kerajaan Singosari sebelum kerajaan Majapahit adalah penanda kurun perubahan fungsi keris menjadi benda pusaka. Tepatnya ditandai dengan keberadaan keris Empu Gandring yang digunakan Ken Arok untuk merebut Ken Dedes dari Akuwu Tunggul Ametung.

 

Keris Empu Gandring adalah benda pusaka yang belum sempurna. Unsur kekaren (haibah) belum seimbang dengan unsur aris (mahabbah) dalam kerangka keris. Kekaren lebih dominan dalam keris Empu Gandring, sedangkan aris lebih dominan dalam rasa syahwat Ken Arok kepada Ken Dedes. Akibatnya keris Empu Gandring memakan korban hingga tujuh turunan.

 

Semenjak kedatangan para wali, keris bukan lagi untuk diacung-acungkan. Tak ada lagi tentara kesultanan yang mengangkat senjata dengan alat keris. Dalam kecamuk perang keris tetap terselip di belakang pinggang sementara senjata berperang adalah pedang, tombak, bedel, dan meriam. Tentu saja, dalam sejarah ada juga yang masih menggunakan keris sebagai senjata, seperti Aryo Penangsang dengan keris Setan Kobernya, tapi akibatnya ia mati dengan senjatanya sendiri.

 

Keris pusaka ibarat bekal doa yang lebih ampuh dari senjata sekalipun. Rasa segan atau kekaren (haibah) dan aris atau kasih sayang (mahabbah) yang tercermin dari simbol keris dapat menaklukkan lawan tanpa balas dendam. Pepatah Jawa menyebutkan: ‘Joyo diningrat lebur dining pangestuti’ yang artinya kedigjayaan dan kejayaan dapat dikalahkan dengan doa.

 

Oleh sebab itu jaga dan rawatlah keris sebagai benda pusaka dan warisan budaya sebab ia melambangkan doa untuk haibah dan mahabbah, disegani dan dihormati sekaligus dicintai.

Sedangkan Warangka itu W-i-RA ning ja-NGKA → bersifat ksatria di segala ruang dan waktu. Warangka adalah sanepa dari kewajiban pengagem pusaka agar selalu memenuhi tuntutan angsar Warangka pusaka untuk selalu bersifat ksatria menegakkan dan menyebarkan Lantunan Ayat-ayat Suci Ilahiah, Bunga-bunga Ilahiah yang akan selalu menggema memberi petunjuk keilmuan sedalam samudera kepada jalan yang lurus untuk segala dunia. Selalu menuntut dan menebar bunga-bunga kasih sayang. Mamayu Hayuning Bawana, Pribadi lan Dewata. Selayaknya laku sang Ksatria di segala Ruang dan Waktu.

 

Orang Jawa itu orang yang sangat menghormati dan menjunjung tinggi sopan santun tata krama hak dan kewajiban antar sesama dalam bertutur kata berpolah tingkah dan tingkah laku sehari-hari. Orang Jawa berbudaya perlambang, sanepa, tersirat adalah kekayaan budaya manusia yang tidak suka menyentuh ranah orang lain dengan bau dan hal kekerasan. Semua hal diterjemahkan kedalam bahasa halus, bahasa sesandi, bahasa filosofi yang tidak menyindir perasaan, sebelum dikemukakan sebelum diutarakan sebelum dituturkan.

 

Orang Jawa berbicara pitutur memberi petunjuk dengan Cinarita, Kekisah seperti Panji, Babad dan Serat, bukan dengan undang-undang. Untuk memberi tahu angka tahun pembuatan suatu monumen penting pun diatur agar tidak terlihat menyombongkan karyanya dengan men-sandi-kan angka tahun dalam suatu seni besar kronogram yang disebut Sandi Kala Sengkala. Memet, Lamba, Sastra, Surya, Chandra.

 

Keris dan Warangka-nya pun sedemikian juga, masing-masing adalah bentuk bahasa tersirat dari nasehat dan petunjuk seorang empu untuk pengagem pusaka babarannya. Keris itu pesan yang berbahasa. Orang Jawa wajib memahami bahasa budayanya, bahasa filosofi, bahasa yang secara indah terselubung didalam suatu karya besar.

 

Dalam budaya keris, Orang Jawa mensyaratkan kewajiban pengagem keris untuk memahami pesan terselubung dari keris dan warangka agemannya. Bisa berkomunikasi dengan bahasa sesandi yang tersirat dalam dapur, pamor, Ricikan, Gonjo, pesi, dan sandhangan keris agemannya. Bisa berbicara dengan Ricikan, hiasan dan pelet kayu warangka Sandhangan pusaka-nya. Hal yang sering disalah pahami sebagai hal fantastik mistik yang misterius dalam perangkap Esoteri.

 

Orang Jawa dalam meng-agem keris setidaknya men-syaratkan tiga perkara, tangguh, wutuh, sepuh. Dalam teknologi pe-nangguh-an keris tradisional akan sangat rentan dengan kekeliruan subyektivitas dan kerancuan akibat ketidak linuwihan ilmu penangguh. Hal yang dipecahkan oleh Beliau Bapak Haryono Arumbinang dalam pe-nangguh-an pusaka secara modern, teknik Nuklir. Hal yang sekarang menjadi sesederhana XRF, SEM dan C¹⁴ Dating. Usia dan bahan Meteorite penyusun keris akan diketahui.

 

Kepeloporan Beliau dalam metode mutakhir pada pe-nangguh-an Tosan Aji secara akurat dapat menjawab  tantangan kemahiran dan kesangkilan seorang empu keris Tiruan, keris Yasan dan keris Putran dalam membuat Keris Modern yang diolah sedemikian sehingga menjadi sangat mirip dengan Tosan Aji ber-Tangguh. Hal berbahaya yang berpotensi merusak Kebudayaan Keris Orang Jawa.

 

Wutuh Pusaka adalah hal yang sedikit rumit dengan kekeliruan yang diselubung beberapa orang yang memang tidak mengerti budaya Orang Jawa dalam memahami bahasa sanepa keris, atau malah diselubung oleh orang yang mengerti budaya tersirat keris tetapi mempunyai hati yang bukan Orang Jawa.

 

Orang Jawa tidak akan pernah ragu untuk melarung suatu Pusaka Ageman/Tayuhan seindah apapun karena tidak Wutuh lagi karena kerusakan sekecil Rondho Beser, Nyangkem Kodok, Pamengkang Jagat, Pegat Waja, retak, gripis, patah Gonjo, patah pesi, patah wilahan, owahan, ngulet, rucah. Dikarenakan Pesan Tersirat suatu Pusaka sudah rusak dan kerusakan ini akan menghilangkan pesan tersirat dari suatu pusaka. Orang yang tidak berbahasa Sanepa malah akan mengagungkan kerusakan keris sebagai fantasi Esoteri keris sakti. Lain halnya bagi Bukan Pengagem Pusaka sehari-hari, tapi pelestari pusaka seperti museum dan konservasi.

 

Sepuh Pusaka sering sangat disalah pahami sehingga keluar dari Sepuh pakem Orang Jawa. Sepuh dalam bahasa lahiriah dimaknai sebagai berusia tua. Padahal usia pusaka sudah tersirat dalam Tangguh keris Orang Jawa. Sepuh itu bahasa tersirat bahwa Suatu Pusaka Wajib punya Sarasilah silsilah peng-agem-nya. Orang Jawa tidak akan meng-agem pusaka yang tidak diketahui asal-usulnya. Keris dalam bahasa sanepa Orang Jawa adalah Wangkingan, manifestasi dari seorang istri. Seorang istri bagi Orang Jawa adalah harkat dan martabat, sehingga harus memenuhi Bobot, Bebet dan Bibit. Harus cocok hitungan weton, Pasikutan dan Katuranggan-nya. Kembali lagi, syarat Sepuh Pusaka bukan diperuntukkan bagi pelestari seperti museum dan konservasi.

 

Dalam hal pamor, Orang Jawa sedemikian berhati-hati. Pamor bagi Orang Jawa adalah perujudan wangsit/Wahyu Ilahiah yang distilir dan ditancapkan sebagai satu kesatuan pusaka. Pamor bagi Orang Jawa hanya berasal dari Sang Ilahi di angkasa, berujud Ndaru, sang meteorite yang turun, Wahyu tumurun. Jadi Orang Jawa sangat menolak wangsit yang bukan dari Ndaru. Wahyu wangsit Ilahiah merupakan perintah dan pa-uger-an bagi pusaka Orang Jawa.

 

Dalam membabar bentuk pamor dari batu meteorite Empu Jawa dibebani akan bentuk perintah dan pa-uger-an sesuai pesan wangsit Wahyu Ilahiah-nya, sesuai dengan bentuk Dhapur pusaka yang hendak dibabar, agar selaras antara Tanjeg pusaka dan Tayuh pengagemnya.

Mazhab Keris Keras – Bifurkasi dan Simulakrum

Orang Jawa boleh memiliki keris pusaka dengan angsar ampuh, kepandaian, keterampilan dan kecerdasan dalam berbagai hal, atau bahkan memiliki banyak pengikut sekalipun tapi tanpa adanya wahyu atau kehendak Tuhan, maka semua itu akan sia-sia.

 

Mangerteni akan Sanepan keris itu  ke-KER-an kang a-RIS – Kekang tali kendali yang halus bagi budi pekerti orang Jawa. Orang Jawa akan bercermin kepada filosofi pada setiap Sanepan yang tersembunyi pada setiap bagian keris yang diagemnya, karena pada setiap bagian kecil dari keris Jawa merupakan Sanepan dari pitutur dari suatu Kitab Suci. Sang Rta kang Amurbeng Dumadi sang Hukum Alam Abadi sedari mula telah menyiapkan Jarwa Doso Tetembungan [makna tersembunyi dibalik suku kata] untuk Dasa Nama [padan kata] Keris :

 

  • Keris itu dalam Pa-Wayang Jawa disebut Kris. Kris itu K-ala [Bathara Kala], cuRI [Lancip Tajam] S-ula [Taring], Gigi Taring Tajam Bathara Kala, anak Dewa Siwa. Dalam Lontar Kuntisraya pada mulanya Dewa Siwa sebagai Dewa Pemusnah ingin membatasi umur dan jumlah duniapada termasuk umur dan jumlah mahluk hidup. Sebagai unsur kesaktian Dewa Siwa, Dewi Parwati yang penuh welas asih enggan disuruh menghabisi mahluk hidup. Dengan mendongkol ingin mengutuk istrinya, Dewa Siwa menyusun rencana, pura-pura sakit dan meminta Dewi Parwati untuk mencari obat kepada Resi. Dewi Parwati berangkat. Dewa Siwa menjelma menjadi Resi. Dewi Parwati meminta obat kepada Resi. Obat ditukar senggama, Dewi Parwati setuju. Maka Dewa Siwa murka akan kelakuan Dewi Parwati yang seperti kelakuan Bhuto. Dewi Parwati berubah menjadi raksasi paling jelek kena kutuk ajian Kawastraman dewa Siwa, lebih jelek dari punggung kepiting, Dewi Durga Kali Thothok Kerot. Dewi Bhuto paling haus darah yang pernah ada, penyebar Aratan yang memusnahkan binatang, pagebluk yang memunahkan manusia, puso yang menghabiskan tanaman, pabancana pataka yang menghancurkan alam semesta. Maka tujuan pembatasan jumlah dunia dan mahluk hidup tercapai. Dewi Durga Kali melahirkan Bhuta Kala, maka Bhuta Kala memakan waktu, jadilah usia segala alam semesta beserta isinya menjadi terbatas. Maka tujuan pembatasan usia alam semesta tercapai. Ketika keinginan Dewa Siwa sudah terpenuhi maka meminta Dewi Durga balik menjadi Dewi Parwati. Dewi Durga setuju asal boleh balas dendam dengan merendahkan martabat Dewa Siwa yang telah merendahkan martabat seorang Dewi menjadi Raksasi yang tak punya aturan bahkan suka bersenggama dengan Buta Kala anaknya sendiri, caranya dengan menginjak dada Dewa Siwa, Dewa Siwa setuju. Maka Dewi Durga kembali menjadi Dewi Parwati. Buta Kala tetap tidak bisa dihentikan, Dewa Siwa membatasi keganasan Kala/waktu dengan memotong taring-taring Buta Kala sebagai syarat agar Buta Kala bisa mengetahui siapa bapak ibunya. Jadi keris bagi Orang Jawa adalah taring sang waktu. Maka pengagem keris harus tahu dan ngelmoni waktu, karena hanya waktu yang bisa menguak rahasia segala sesuatu. Termasuk jalan sejarah. Bagaimana keris yang merupakan Taring Bhatara Kala Pencabut Nyawa, menjadi haus darah bila diagem orang yang salah, dan menjadi senjata pamungkas [Sipat Kandel] bagi Ksatria Singa Pinandita Sinaba, semua tercatat dalam sejarah dan perjalanan waktu yang harus di-ngelmoni pengagem keris.
  • Keris itu ke-KER [batas, pagar, kekang] kang a-RIS [sanepa, halus, tak kentara] bagi pengagemnya. Keris adalah rambu-rambu paugeran pepathok agar pengagemnya bisa memayu hayuning bawana. Agar pengagemnya bisa adap asor rendah hati dengan penuh menjalankan kewajiban Hablum minallah, ketakwaannya kepada sang Amurbeng Dumadi sekaligus Hablum minannas kewajibannya kepada sesama, lengkap dengan Hablum minalalamin kewajibannya melaksanakan kesejahteraan alam semesta.
  • Dhuwung itu u-DHU [rela kehilangan], ku-WUNG [kewibawaan]. Pengagem keris sejati sanggup tidak akan pernah menghunus keris semasih yang terkurang hanya perasaan dan kewibawaan diri pribadi. Tapi kalau menyangkut harkat dan martabat orang lain, Sadumuk badhug [kehormatan perempuan – dengan lambang alat kelamin wanita], sanyari bhumi [sejemari luas ranah negara], bela Pati.
  • Curiga itu padas CURI [Batu Runcing] yang mbebayani ra-GA. Pengagem keris harus mempunyai ngelmu bahwa meng-agem keris adalah menambah bahaya pada diri sendiri. Berani meng-agem keris berarti sanggup ngelmu untuk tidak membahayakan diri sendiri, orang lain dan alam semesta.
  • Wangkingan itu bermakna ganda:
    • Wangkingan adalah Sanepan dari seorang istri. Seorang suami harus sesuai dengan takaran istrinya dalam Bobot-bebet-bibit, weton, Pasikutan dan katuranggannya. Demikian pula seorang manusia dengan kerisnya.
    • Keris sehebat apapun adalah hal yang harus di-wangking-kan, di-Belakang-kan, mencabut keris dari warangkanya adalah hal paling wangking paling akhir.
  • Kadga adalah KA-gungan ingkang D-alem G-usti kang A-murbeng dumadi. Pengagem pusaka harus ngelmu sampai bisa menyadari bahwa seluruh alam semesta dan isinya adalah milik Yang Maha Punya. Tidak terkecuali jiwa raga kita adalah milik Raja Semesta-semesta, termasuk Keris Pusaka yang sedang diagemnya adalah milik Yang Maha Pemilik. Maka adalah amanat beat dan kewajiban besar bagi pengagem pusaka untuk berlaku Mamayu Hayuning Bawana.
  • Pusaka adalah em-PU SAKA. Pengagem pusaka harus mewarisi ilmu empu Aji Saka. Aji Saka seorang empu [ahli] dari Bharat [India] yang pernah mengunjungi Tanah Jawa untuk mengajarkan banyak ngelmu, yang terkenal adalah ngelmu Ketatanegaraan, pertanian, perbintangan dan yang paling terkenal adalah ngelmu baca tulis carakan HaNaCaRaKa. Semua itu ngelmu yang belum ada di tanah Jawa. Oleh karena itu, pengagem pusaka harus dan wajib mempunyai ngelmu yang belum ada dan mengajarkannya. Kalau tidak sanggup ngelmu maka jangan meng-agem pusaka, karena pusaka itu akan haus darah memakan tuannya.

 

Dan yang tak kalah ngengkelnya orang yang tidak ngelmu dengan benar, malah mencari mantra katiyasan lewat mimpi atau malah Caos Dhahar memberi sesaji kepada lelembut mahluk halus lebih asor dari manusia, untuk mau tinggal dalam kerisnya dengan berbagai macam hal yang mahal-mahal, bahkan candu narkotika, agar itu jin setan priprayangan kuntilanak genderuwo Buto terong banaspati pagebluk mau menjadi gedibal pemilik keris, harus mau disuruh ini itu termasuk menjadi pesugihan mengirim pelet santet guna-guna. Hal yang dianggap sebagian orang sebagai nyata setan, kesesatan kang kasunyatan. Padahal bukan, itu hanya daya upaya bagi sebagian budaya orang yang tidak bisa tahu lagi caranya ngelmu. Ingin ngelmu malah ketemu sapada rah duwe ngelmu. Ketemu wong duwe ngelmu malah angel temu susah paham. Opo malah njladrah cengkal nyrengkal diwulangi nginjeng hilal ora rekasa namung butuh pitungan ngelmu Falak malah rekasa niti gunung ngintir kali, angel wes. Tapi itu welasing Kang Amurbeng Dumadi, sebab orang yang sedemikian bila dipertemukan dengan ngelmu sejati malah njladrah menjadi seorang pemangsa seperti Rahwana yang membuat keris pusaka adiluhung menjadi sejata haus darah seperti keris yang membunuh empu Gandring dan Ken Angrok, bahkan keris Sengkelat, Carubuk dan Nagasasra karya Empu Supo Mandrangi dari Majapahit.

  • Warangka itu pur-WA [awal] wi-RANG [malu] KA-yon [hidup]. Berani mengagem keris adalah langkah awal mempermalukan diri sendiri apabila tidak bisa ngelmoni dan mengamalkan pesemon dalam keris dan warangkanya. Sebab Pasemon Warangka itu Kayu Purwasari [kayu-kayon-hidup, purwa-awal, sariinti] Inti Awal Kehidupan, sang Yoni. Dan sang Yoni membutuhkan Ligan/Linggan/Lingga sang Wilahan. Bersatunya Warangka dan Wilahan itu adalah persis dengan bersatunya Yoni dan Linggam, harus bisa mengejawantahkan, melahirkan dan menghidupkan manusia pengagem keris yang BinantharaBindoro-Bindereh. Manusia kapribaden yang berperilaku seperti Dewa Jagatnatha sang Penjaga Segala Semesta, yang tugasnya Mamayu Hayuning Bawana, Mamayu Hayuning Pribadi, Mamayu Hayuning Dewata. Bukan seorang Ndoro-Bei manusia Asura raksasa yang selalu haus darah, tahta, harta dan wanita.

 

Apabila ada pengagem Keris yang tidak cukup kemampuan ngelmoni keris dan warangkanya, maka pengagem keris yang sedemikian akan merubah Tembung Pasemon Warangka [purWA-wiRANGKAyon] yang bermakna Awal Malu dalam Hidup, akan berubah menjadi [purWA-wRANGKAyon] yang berarti Awal Mula terjadinya Perang, Perang mulai dihidupkan. Yang lebih berbahaya adalah ketika Pasemon Warangka berubah menjadi [purWARANGKAyon] yang berarti Awal dari Hidupnya Orang yaitu Ketiadaan, kematian bagi pengagem keris dan warangkanya. Oleh karena itu bila merasa tidak akan kuat ngelmoni belajar segala pesan Pasemon di dalam setiap pernak-pernik Dhapur keris dan warangka yang diagemnya, sebaiknya mengurungkan niat untuk mengagem keris. Karena keris yang tidak bisa di-elmoni dan diamalkan oleh pengagem-nya akan berubah menjadi keris yang haus darah. Keris yang akan senang membuat ontran-ontran menebar karang Abang dan kematian sembarangan di segala jaman di segala ruang, termasuk menagih nyawa pengagemnya sendiri.

Mazhab Keris Keras – Bifurkasi dan Simulakrum

Dalam dunia Esoteri keris, Tanjeg itu angsar untuk pasugatan apa suatu keris dibabar. Tanjeg itu basa-ning pusaka wisa-ning pusaka. Tanjeg itu wujud jiwa raga pusaka yang tersirat pada dapur, pamor, Pasikutan, Katuranggan, Sandhangan pusaka. Tanjeg pusaka itu menuntut keselarasan lan kekuatan ngelmu lahir batin pengagemnya yang disebut tayuh.

 

Dalam dunia Esoteri keris, Tayuh itu hitungan keselarasan weton, watak, Pasikutan, katuranggan seorang pengagem pusaka agar bisa memenuhi tuntutan kewajiban Tanjeg amanat tersirat, dari keris yang diagemnya untuk dapat Mamayu Hayuning Bawana, Mamayu Hayuning pribadi serta Mamayu hayuning Dewata.

 

Dalam dunia Esoteri keris, Tanjeg pusaka dan Tayuh pengagemnya harus dan mesti selaras. Sehingga pengagemnya :

 

  • Saguh wenang ngasorake priyanggane dhewe [sanggup meng-kuasa-i diri], sebab Pusaka ingkang paling sekti iku dudu tombak, pedang lan keris, pusaka kang paling sekti yaiku dumunung ing jati diri [Pusaka yang paling sakti bukanlah tombak, pedang atau keris, tapi terletak dalam diri sendiri]
  • Tansah eling lan waspada, sadar lan sabar, setiti lan ngabekti, sumeleh tur sareh, [Selalu ingat diri dan waspada, sadar dan sabar, hemat dan mengabdi, ikhlas dan tenang]. Sabar iku lire momot kuwat nandhang sakehing coba lan pandhadharaning ngaurip, [Sabar itu merupakan sebuah kemampuan untuk menahan segala macam godaan dalam hidup]
  • Wadi adigang, adigung, adiguno, [sanggup menjaga kelakuan, tidak berlaku sombong dengan kekuatan, kedudukan, ataupun latarbelakang]
  • Saguh iro yudho wicaksono mungguh jaman owah gingsir, [Sanggup menjadi satria yang berani berperang membela kebenaran, menegakkan keadilan dengan berlandaskan prinsip kebijaksanaan di segala ruang, waktu, serta zaman yang selalu bergerak dan berubah]
  • Waskita bilih keris punika basa busananing diri, [Mengerti bahwa budi pekerti seseorang bisa tercermin dari kerisnya]

 

Kesenjangan dan ketidak selarasan Tanjeg keris dan Tayuh pengagemnya sudah terbukti di sepanjang sejarah Nusantara, bisa menghancurkan bangsa sebesar Kediri, Singhasari, Majapahit, Demak, Cirebon, Pajang, Jipang, Mataram, Kertasura serta Surakarta

 

Menjadi hal yang sangat disayangkan, keris master piece sehebat Sengkelat, Carubuk, Tapak, Nagasasra karya maestro empu Supo Mandrangi dari Majapahit, hanya menjadi senjata haus darah karena ketidak selarasan antara Tanjeg pusaka dan Tayuh pengagemnya.

 

Keris tidak hanya berdampak kepada pengagemnya bila tidak sesuai ngelmunya. Seorang empu yang kebak ngelmu kerisnya, sang pembabar-nya, seseorang yang telah uDhu, mempertaruhkan ku-WUNG, harga diri-nya dalam membabar keris, akan terimbas ikut tercoreng namanya apabila keris karyanya diagem oleh orang yang tidak ngelmoni keris yang diagemnya, tidak bisa memenuhi amanat dan kewajiban yang tersirat pada keris yang diagemnya.

 

Itulah kenapa empu sehebat Supo Mandrangi dari Majapahit menyatakan minandita, berhenti menjadi empu Sengkeran Keraton Majapahit-Demak, mengasingkan diri di hutan yang kelak bila tiba di belakang hari dusun ini terkenal dengan nama Sumelang Jimpe [selalu was-was dan lelah hati]. Ini semua dikarenakan semua keris babarannya [Sengkelat, Carubuk, Tapak, Nagasasra] hanya menjadi senjata haus darah dalam berbagai sengketa tahta harta dan wanita para pengagemnya.

 

Adapun yang perlu diperhatikan dalam pemilihan suatu keris yang akan dipergunakan sebagai Ageman, Orang Jawa tidak akan pernah mau mengenakan keris dengan kategori sebagai berikut :

 

  • Keris Owah-owahan. Keris owah-owahan adalah keris yang diubah bentuk dhapur/Wilahan/ricikan/pesi/warna besi/slorok serta pamornya dengan maksud untuk meningkatkan harga jualnya.

 

  • Keris yang bagian ujungnya sudah aus lalu dipotong dan diubah bentuknya, misalnya dari luk sembilan menjadi luk tujuh. Agar tidak kentara, lebar bilahnya dirampingkan.
  • Menyambung wilahan.
  • Kembang kacang yang telah pugut (patah) diubah bentuknya menjadi kembang kacang pogok atau nguku bima.
  • Keris yang sebelumnya ber-gandik polos, diubah menjadi gandik ganan.
  • Pesi patah, disrumbung, dilas, sosoran dipotong untuk menyembunyikan bekas las, Gandik jadi pendek vertikal, pesi gapit Wayang, pesi ceblokan.
  • Menambal Rondho Beser, Nyangkem Kodok, Pamengkang Jagat, Pegat Waja dengan logam lain seperti Amalgam.
  • Merubah pola pamor dengan drip, kikir, kimia, etsa laser.
  • Menempa tindih Wilahan rusak dengan pamor titipan.
  • Memberi pola bekas Kinatah, sinarasah dengan etsa kimia atau laser tanpa ditempeli emas.
  • Memberi Kinatah, sinarasah atau tempelan emas diluar pakem.

 

 

  • Keris Palsu. Keris palsu ini adalah keris jaman baru atau kamardikan yang sengaja dibuat menyerupai keris kuno/sepuh/tua penuh karat dan keropeng, dengan proses kimia dan proses alami.
  • Proses kimiawi, keris direndam dalam cairan asam HCl dan Asam FeriClorida. Atau dengan cairan korosif lokal (kamalan : larutan belerang, garam dapur, jeruk nipis).
  • Proses alami, keris dipendam dalam tanah, direndam di dasar sungai-danaulaut dalam jangka waktu lama.

 

  • Keris Rucah : Keris rucah adalah sebutan untuk keris-keris kreasi baru di luar pakem.
  • Keris Cacat : Keris cacat berarti terdapat kekurangan pada bilah keris seperti retak, pecah, atau terdapat celah di bilah atau sambungan antara bilah dan ganja-nya.
  • Pamengkang jagat/Combong → retak atau lubang tembus di tengah bilah, vertikal atau horisontal
  • Nyangkem kodok → celah lebar +1,5mm antara ujung Sirah Cecak/ujung Kepet Buntut Urang dengan wilahan
  • Randa beser → Wilahan dan Ganja renggang
  • Pegat Waja → saton inti baja tidak melekat dengan besi kodokan satu sisi atau kedua sisi.

 

Ketika membabar keris, para empu menanamkan perlambang-perlambang doa kepada Tuhan pada Dhapur, Ricikan, Gonjo, Pesi dan Pamor keris untuk bekal Perjalanan Hidup Manusia lain. Pamor Wos Wutah adalah lambang bahwa empu berdoa agar Tuhan memberi kelimpahan pangan kepada pembawa keris. Dhapur Bhuto Ijo adalah lambang bahwa empu berdoa agar Tuhan memberi kekuatan lahir batin kepada pembawa keris yang merupakan seorang satria piningit yang juga seorang guru meskipun sangat sakti mandraguna tetapi selalu rendah hati.

 

Ini sama halnya dengan Bapak Polisi yang memasang lampu merah lambang Bapak Polisi meminta pengendara untuk berhenti agar selamat, lampu kuning untuk meminta pengendara bersiap berhenti, lampu hijau untuk meminta pengendara segera berjalan. Tanpa perlu Bapak Polisi siang malam meneriaki setiap pengendara yang lewat.

 

Hal ini pula yang menyebabkan suatu Dhapur, pamor atau ricikan tidak akan bisa cocok dengan pengagem keris dengan watak dan kondisi tertentu, karena salah lambang doa salah doa. Suatu Dhapur tertentu suatu ricikan tertentu suatu bentuk pamor tertentu adalah lambang suatu doa tertentu. Itulah kenapa orang Jawa memilihkan 4 serangkai keris dengan ‘lambang doa yang ditanamkan empu’ bisa cocok dan selaras dengan sebarang pemilik keris.

 

Itulah kenapa keris yang rusak melambangkan doa yang rusak dan bisa saja berubah menjadi doa yang membahayakan, maka wajib dilarung. Persis seperti lampu lalu lintas rusak irama nyalanya, maka lampu lalu lintas begini bisa membahayakan pengendara, maka dibuang saja.

 

Menurut pandangan ilmiah multi disiplin ilmu Sosio-Anthropologi, Sosio-Arkeologi Jawa yang ditulis oleh budayawan Beliau Se Kak Toan Beindara Arya ke-X (2023), bahwa kata Kres itu dalam bahasa Sansekerta berarti ‘Menghunus Benda Tajam Ke Arah Diri Sendiri’. Bermakna sanepan yang sama bahwa keris dalam kebudayaan Jawa adalah Sengkeran Aris, Paugeran Aris, Kitab Tuntunan, Buku Panduan, Serat yang menuntut peng-agem keris untuk melakukan segala tuntutan tersirat pada Dhapur, pamor, Ricikan Wilahan  keris dan Sandhangan Warangka-nya. Sebab kalau tidak maka membahayakan diri sendiri.

 

Pada mulanya keris tidak akan dibabar kecuali sudah ada Wahyu/Wangsit Ilahiah yang turun dari langit (meteorite). Itulah pekerjaan pertama para empu, begadang melihat angkasa berharap ada bintang jatuh, sang Wahyu, si bapa Akasa, sang bahan utama keris, si pamor. Besi baja si ibu Pertiwi setiap saat setiap waktu tersedia, pamor tidak. Itulah kenapa keris berpamor hanya milik warga elit raja, itulah kenapa empu keris adalah aset keraton, itulah kenapa satu keris baru bisa jadi setelah pemesanan bertahun-tahun. Itulah kenapa kasta Waisya dan Sudra hanya mampu membuat senjata tanpa pamor serupa alat logam pertanian, perkebunan, perburuan dan peternakan.

 

Empu keris menggunakan sang batu Wahyu/Wangsit Ilahiah/Pamor menjadi suatu bentuk Ayat-Ayat Perintah Tuhan bersenirupa hiasan pada wilahan berdapur. Ayat Perintah Tuhan yang harus dilaksanakan pemakai keris. Setiap Keris terbabar dari suatu Wahyu/Wangsit Ilahiah yang unik. Itulah kenapa keris adalah Kitab Suci Khusus bagi satu peng-agem-nya. Itulah kenapa suatu keris tidak akan pernah bisa cocok bila diagem orang lain. Bahkan boleh menjadi keris haus darah.

 

Kesaktian adalah ketika Orang Jawa sang pemakai keris bisa menjalankan kewajiban yang dituntut oleh Wahyu Ayat-Ayat Tuhan yang tertanam pada keris-nya. Keris penuh Wahyu tidak akan berguna tanpa pemakai yang melaksanakan kewajiban yang dituntut pada wilahan keris. Adalah hal yang salah bila mengharap suatu AyatAyat Tuhan/Wahyu/Wangsit Ilahiah yang suci yang tertanam sebagai pamor wilahan keris, mau melakukan pekerjaan ajaib untuk memenuhi nafsu duniawi manusia. Keris adalah Kitab Suci berisi Wahyu Tuhan yang wajib dilaksanakan oleh Orang Jawa. Yang sakti bisa melakukan hal ajaib dan mustahil adalah pengagem keris, karena mampu melaksanakan tuntutan Wahyu Ilahiah pada kerisnya, bukan kerisnya.

 

Jet Tempur hanya logam tak berguna tanpa orang yang bisa melaksanakan kewajiban yang dituntut oleh Jet Tempur sebagai penguasanya, Pilot Tempur. Kapal Api hanya logam tak berguna tanpa orang yang bisa melaksanakan kewajiban yang dituntut oleh Kapal Api sebagai penguasanya, Nahkoda. Kereta Api hanya logam tak berguna tanpa orang yang bisa melaksanakan kewajiban yang dituntut oleh Kereta Api sebagai penguasanya, Masinis. Keris Dhapur Bhuto Ijo hanya logam tak berguna tanpa orang yang bisa melaksanakan kewajiban yang dituntut oleh keris Dhapur Bhuto Ijo sebagai penguasanya, Ksatria Pinandita Sinaba. Itulah kenapa keris menjadi Kitab Suci bagi Orang Jawa.

Mazhab Keris Keras – Bifurkasi dan Simulakrum

Syarat Orang Jawa dalam memilih dan memilah keris menurut mungguh lungguh wuku weton kapribaden [Tayuh] pengagem keris :

 

  1. Esoteri Klenik mewajibkan Syarat bahwa Keris harus :

 

  • Magis, mampu membuat keajaiban
  • Mitis, keris mitikal, tercatat secara tutur maupun literal dalam mitologi
  • Mistis, misterius terselubung dalam kekelaman temaram belantara Nusantara rahasia, hanya satu dua catatan Sanepan yang menyinggungnya

 

  1. Eksoteri Klasik mewajibkan Syarat bahwa Keris harus punya :

 

  • KRT Hastana Nagara – Paheman Memetri Wesi Aji/Pametri Wiji
    1. Gebyar → dapur, pamor, pakem, utuh
    2. Guwaya → Tangguh, Wanda
    3. Wingit → Pasikutan, Katuranggan
    4. Wibawa → diagem oleh orang yang tepat

 

  • Drs. Budiharjo Dosen ISI ex. Ketua Harian Pametri Wiji
  1. Sreng → enak didengar, memperkirakan jenis besi baja yang dipakai (dalam Serat Paniti Kadga ada 20 jenis bahan besi aji berbeda dan ribuan kombinasinya) dengan mendengar suara denting dan dengung geseran Wilahan ketika dikeluarkan dari warangka
  2. Gentileng → enak dilihat dengan mata kepala
  3. Greng → enak dilihat dengan mata hati/ngelmu
  4. Sreg → enak di hati

 

 

  1. Esoteri Ilmiah mewajibkan Syarat bahwa Keris harus punya :

 

  • Orgonic Vibration, induksi antar logam berbeda
  • Radiasi/resonansi gelombang elektromagnetik tertentu

 

  1. Eksoteri Ilmiah mewajibkan Syarat bahwa Keris harus :
  • KGPH Hadiwidjojo, cucu Paku Buwana X dari Surakarta, Peletak dasar niat kalangan pekeris untuk menggapai krisologi saat ia mendirikan Bowo Roso Tosan Aji – perkumpulan apresiasi keris pertama di Indonesia pada 1959, syarat “MORJOSINGUN” :
    1. PaMOR oke
    2. WoJO baja bagus
    3. WeSI pilihan
    4. Garap serta sosoknya wanGUN enak dilihat

 

 

  • BPH Sumodiningrat, cucu Paku Buwana X salah satu raja paling terkenal Surakarta, awal 1970-an. Syarat “YOMORJOSIRAP” :
  1. GuwoYO, gaya dan kesan penampilan bagus
  2. PaMORnya
  3. Baja woJOnya
  4. Besi weSInya
  5. GaRAPnya

 

 

  • Ir Haryono Haryoguritno, Syarat “TUHSIRAP PUH MORJOSINGUN NGGUH”. (Pengajuan proposal Keris Indonesia ke UNESCO sebelum tahun 2005).
  1. WuTUH, ada cacat keris dilarung (Rondho Beser, Pamengkang Jagad, Pegat Waja, Nyangkem Kodok, Owahan, Pugut, Rucah, Ngulet, Gripis)
  2. BeSI bagus
  3. GaRAP bagus
  4. SePUH (keris nom-noman Surakarta maupun Yogyakarta, dimasukkan dalam kategori sepuh)
  5. PaMOR oke
  6. WoJO bagus
  7. WeSI bagus
  8. Sosoknya waNGUN (enak dilihat)
  9. MuNGGUH adalah harmonis laras bentuknya, apalagi laras pula warangka dan dandanannya

 

 

  • Ir. Haryono Haryoguritno (2016) revisi syarat keris bagus “TUHSIRAP MORPUH JONGUN DHA TATINGKA RAHPU NGGUH” :
  1. WuTUH, ada cacat keris dilarung (Rondho Beser, Pamengkang Jagad, Pegat Waja, Nyangkem Kodok, Owahan, Pugut, Rucah, Ngulet, Gripis)
  2. BeSI
  3. GaRAP bagus
  4. PaMOR
  5. SePUH
  6. WoJO oke
  7. WaNGUN sosoknya
  8. DHApurnya menarik
  9. TAntingan (bobot)
  10. TINtingan (dentingan besi)
  11. KelangKAan → tangguh peralihan Majapahit-Demak, tangguh Pajang dan tangguh Pengging
  12. BersejaRAH → pusaka KKA Pleret di Jogjakarta, pusaka KK Balabar di Surakarta, keris Ki Dukun pusaka kerajaan Sumedang
  13. EmPU → jika mampu dirunut gaya pembikinannya, juga menambah kehebatan keris tersebut, hebat lantaran menjadi peninggalan bersejarah garap seorang empu
  14. MungGUH → perwujudan “keselarasan”, harmoni dari sosok keseluruhan kerisnya. Indah, tetapi tidak selaras, maka berkurang indahnya

 

 

  • Ir. Haryono Arumbinang (1996) melengkapkan ke-14 syarat ajuan Ir. Haryono Haryoguritno (2016) agar suatu Keris bisa dianggap dan diagem sebagai benda Sengkeran (Pusaka) dengan syarat :
  1. XRF logam Wilahan, Pendok, Mendak, Selut, Topeng. Untuk mengetahui jenis logam apa saja yang terkandung di dalamnya. Logam eksotik Titanium (Ti) dan Vanadium (V) adalah bahan proximity petunjuk bahwa pamor keris itu terbuat dari Meteorite, bukan dari pamor Luwu atau Nikel bumi. Keris dengan pamor meteorite sebagai perujudan dari Wahyu/Wangsit Ilahiah adalah keris paling tinggi kedudukannya
  2. C¹⁴ Dating Besi Wilahan, kayu Warangka, kayu deder. Sehingga diketahui umur besi Wilahan kerisnya dan umur kayu Warangka serta deder-nya.

 

Dua metode ini dapat di sebut sebagai alat pencari Tangguh pusaka yang akurat. Sebab meskipun sesama Tangguh abad XV, terdapat tangguh Pajajaran, Majapahit, Tuban, Blambangan, Sedayu, dengan mudah dapat dibedakan.

 

Ciri wadag dhapur suatu tangguh adalah khas, ciri XRF rincian logam-nya adalah khas, ciri isotop C¹⁴ Dating-nya adalah khas tidak bisa direkayasa/di-yasan

 

Meskipun ada beberapa keris dari tangguh berbeda dengan rentang umur isotop C¹⁴ Dating yang sama, tapi XRF dari setiap tangguh pasti berbeda.

 

Keris yasan babaran baru yang dibentuk dari wilahan-wilahan rusak dari keris tangguh yang sama sehingga XRFnya tidak berubah dari pakem pawesen khas tangguhnya, C¹⁴ Dating-nya akan menunjukkan umur dari isotop C¹⁴ pembakaran terakhir.

 

 

  • Se Kak Toan Beindara Arya X (2023) menambahkan ke-14 Syarat Ir. Haryono Haryoguritno dan ke-2 Syarat Ir. Haryono Arumbinang dengan 2 syarat lagi : a. Sengkalan
  1. Warangka Pusaka

 

Suatu keris akan pantas menyandang gelar Kanjeng Gusti Kyai Ageng Mas bila memenuhi ke-18 syarat ini. Warangka Pusaka adalah sangat berat, tapi syarat paling berat dan hampir mustahil adalah syarat adanya sengkalan yang terbentuk dari pamor tiban jwalana pada wilahannya, bukan sengkalan rekan pada Ricikan, bukan pada ukiran Kinatah/Sinarasah serta bukan pada ukiran arca Ganan pada Gandik/Gonjo/Wilahan seperti pada keris Dhapur rucah tangguh modern.

 

Dipastikan ada ratusan juta keris Putran/yasan/tiruan/jiplakan/duplikat/copy berdapur Carubuk dari besalen pandai besi di segala jaman, tapi hanya satu keris Kyai Carubuk yang asli buatan Empu Supo yang pernah ada di dunia. Dan hanya bisa ditemukan dengan cara tes XRF untuk mengetahui semua kandungan logam Wilahan-nya dan tes C¹⁴ Dating untuk tahu usia besi wilahan-nya. Kombinasi tes XRF dan C¹⁴ Dating itu seperti Test mt-DNA Routing bagi manusia.

 

Demikian juga dengan keris-keris karya Empu Supo yang lain, Kyai Sengkelat, Kyai Tapak, Kyai Umyang, Kyai Nagasasra, Kyai Bronggot Setan Kober, hanya ada satu yang asli di dunia.  Tapi hari ini dapat kita temukan dengan mudah ratusan juta Putran/tiruan/jiplakan/duplikat/copy telah dibuat orang dari segala jaman dan mutu dijual ditepi jalanan. Dari keris koden sampai berkelas tinggi berhias emas berlian. Dengan tes XRF dan C¹⁴ Dating keris karya empu Supo yang asli bisa dengan mudah ditemukan.

Dalam dunia pusaka, para pemakai keris Putran/yasan/tiruan/duplikat/kopi/palsu tidak perlu melakukan usaha penyesuaian Tayuh (kemampuan) dirinya dengan tuntutan angsar/Tanjeg/tuah kerisnya, karena keris jenis ini bukan keris pusaka dan tidak punya angsar/Tanjeg/tuah. Keris putran/yasan/duplikat/tiruan/kopi/palsu  memang sengaja dibuat orang dalam jumlah banyak. Hanya produk seni untuk bisa dipakai oleh sembarang orang dan dipamerkan sehari-hari. Maka Orang Jawa akan malu mengenakan keris Carubuk duplikat yang bukan keris pusaka Carubuk asli yang dibabar Empu Supo untuk diagem Kanjeng Sunan Kalijaga. Dan bahkan ketika berhadapan dengan keris pusaka asli pun, Orang Jawa akan malu bila meng-agem keris pusaka yang tidak bisa menjadi pusaka baginya. Orang Jawa akan malu bila tidak bisa menjadi Gadangan (Pengagem) yang tepat tayuhnya bagi suatu keris pusaka asli.

 

Bagi Orang Jawa yang berani meng-agem keris pusaka pasti seorang Ksatria (syarat Ksatria Jawa itu Wisma, Wanita, Turangga, Kukila dan Curiga). Maka sifat ksatria dan membela kebenaran bagi pengagem keris adalah hal utama. Orang Jawa yang Katria tidak akan pernah ragu untuk meng-tes XRF dan C¹⁴ Dating keris pusaka-nya. Untuk mencari kebenaran jati diri keris pusaka yang diagemnya. Apakah jati diri keris pusaka yang diagemnya itu asli karya para empu pada masa tangguhnya, atau Cuma keris Putran/yasan/jiplakan/tiruan/copy/duplikat buatan/karya para empu besalen pandai besi modern.

 

Orang Jawa yang berani-berani meng-agem keris pusaka itu harus dan wajib Bisa Rumangsa lan Ngrumangsani (harus dan wajib bisa menyadari dan mengerti jati diri sendiri serta menghargai jati diri orang lain). Sebab batasan jati diri adalah jati diri orang lain, seperti halnya batasan hak asasi adalah hak asasi orang lain, juga batasan ketinggian keilmuan adalah ketinggian keilmuan orang lain. Dan yang yang paling utama adalah menyadari batasan-batasan dirinya sendiri. Karena batasan ke-Ksatria-an Orang Jawa adalah ngrumangsani ke-Brahmanaan jiwanya dan rumangsa ke-Sudra-an ilmunya.

 

Orang Jawa harus dan wajib bisa Ngrumangsani Layak tidaknya bila dirinya punya keinginan kehendak untuk meng-agem keris yang secara pakem Jawa, dhapur keris-nya diperuntukkan bukan untuk dirinya. Tak pantas bagi Orang Jawa mengagem keris pusaka Dhapur Ganan Kinatah Mas, dhapur yang diperuntukkan khusus bagi kalangan Ksatria, sedangkan dirinya Cuma berasal dari kalangan Sudra. Seorang petani Jawa dipastikan akan dengan senang hati bisa Rumangsa dan Ngrumangsani, tidak akan pernah berani-berani untuk mengagem keris Dhapur Nagasasra (Naga Seribu Sisik) Kinatah Mas Kamarogan Sewelas Wedana, karena Dhapur ini hanya layak untuk diagem junjungan para petani, sang raja Diraja.

 

Orang Jawa yang berani-berani meng-agem keris pusaka itu harus dan wajib untuk Ngrumangsani (mengetahui) Jiwa Raga pusaka-nya. Siapa empu pembabarnya, siapa pengagem pertamanya, berperan dalam hal peristiwa bersejarah apa saja pusaka-nya dan siapa pengagem terakhir sebelum dirinya. Tanpa itu semua sebuah keris hanya bisa menyandang gelar Pusaka bagi orang lain, tapi tidak baginya. Orang yang sedemikian hanya bisa menjadikan keris sebagai Jangkeping Busana, tak lebih dari aksesoris karnaval budaya. Ibarat sesakti mandraguna-nya pacul, tidak akan pernah layak untuk tinggal di dapur buat mengiris bawang.

 

Orang Jawa itu wajib selalu terikat dawuh pitutur leluhur, sebab meskipun sudah dengan berani mengagem keris pusaka sakti mandraguna pun Kridhaning ati ora bisa mbedah kuthaning pesti (Kehendak hati tidak bisa merubah garis tangan, tapi tangan disertai doa bisa merubah jalan roda kehidupan). Ketika sedang giliran tiba dibawah, mesti kuat menjunjung segala berat beban dan sanggup melindas segala keras bebatuan yang menjadi penghadang laju roda kehidupan. Ketika sedang giliran diatas, mesti kuat mempertahankan kerendahan hati. Karena roda kehidupan tidak membuat posisi yang pasti, tapi yang pasti roda kehidupan mesti akan berhenti.

 

Orang Jawa pasti menjadikan keris pusaka ageman-nya sebagai pitutur nasihat bagi diri sendiri, bahwa kita tidak bisa memaksa takdir mengikuti kehendak hati. Pada Keris Pusaka terdapat catatan sejarah tentang peristiwa besar apa saja yang sudah terjadi pada peng-agem-nya yang terdahulu, kisah yang kini sudah terhenti. Kini ganti peng-agem-nya yang baru yang menjadi catatan sejarah bagi kerisnya, catatan yang nanti juga pasti akan terhenti. Dan keris akan tetap berjalan melalui waktu untuk mencatat lagi sejarahnya yang baru dengan peng-agem-nya yang lebih baru lagi.

 

Orang Jawa dipastikan akan berusaha sekuat tenaga untuk menorehkan sejarah indah untuk diingat dalam catatan sejarah keris pusaka-nya. Menutup segala peristiwa kelam sejarah keris pusaka-nya ketika menjadi senjata haus darah di tangan peng-agem-nya terdahulu yang tidak bisa Rumangsa dan Ngrumangsani untuk bisa memenuhi tuntutan Angsar Tanjeg pusaka-nya dengan Tayuh (kemampuan) diri pribadinya. Hal sedemikian hanya bisa dilakukan oleh Orang Jawa tulen yang wajib Ngelmoni keris pusaka yang diagemnya.

 

Keris bagi Orang Jawa adalah siratan Buku Saku Tuntunan agar tidak terjerumus kepada jurang nafsu perburuan membabi buta akan Harta Tahta dan Wanita. Keris bagi Orang Jawa adalah siratan Buku Petunjuk untuk dengan berhati-hati mencapai kedudukan diri sebagai Orang Jawa yang sempurna dengan tanpa menyinggung wadi (hal tabu) orang lain dalam mengejar Wisma Wanita Turangga Kukila Curiga. Orang Jawa tulen akan bisa tetap bersyukur kepada Sang Kang Amurbeng Dumadi meskipun hanya diberi kemampuan meraih Sandang Pangan Papan meski tanpa Curiga, karena mengagem Anugerah Curiga yang pusaka akan membawa konsekwensi yang tinggi bagi Orang Jawa.

 

Itulah kenapa Orang Jawa tidak akan pernah mau mengagem keris pusaka begitu banyak untuk mengalap berkah kesaktian pusaka-pusakanya. Ini kesalahan bagi yang awam tidak mengetahui Ngelmoni Keris Pusaka, sebab keris pusaka baru bisa menjadi berkah bila Pengagem-nya bisa memenuhi tuntutan Angsar Tanjeg Tuah keris Pusakanya dengan segala Tayuh (kemampuan) pribadinya.

 

Orang Jawa tidak akan pernah berani mengulangi peristiwa memalukan yang menghancurkan diri sendiri, keluarga, bangsa, negara dan alam semesta berlarut-larut hanya karena tidak bisa menguasai ilmu dan mengamalkan tanggung jawabnya. Seperti peristiwa kegagalan Begawan Waisrawa dan Dewi Sukesi dalam menguasai ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. [Sastra-ajaran, Jendra (harja-keselamatan, endraraja), Hayuningrat-kelestarian semesta, Pangruwating-peluruh, Diyu-nafsu angkara murka]. Kegagalan yang menyebabkan terjadinya peristiwa pedofili, lahirnya bangsa raksasa yang mengumbar Angkara murka dan berahi. Bahkan saking parahnya arcapada membuat Dewa Wisnu turun berkotor tangan mengurusi dunia dalam bentuk Awatara Rama-Shinta.

 

Secara tinjauan dan kajian ilmiah Sosio antropologi dan arkeologi, pada mulanya Keris yang sudah terukir di candi-candi Jawa dari abad 6AD – 14AD adalah tidak dianggap sebagai benda sakti di jaman itu. Hanya benda logam fungsional yang biasa digunakan sehari-hari bahkan bukan senjata kelas para Raja-raja, tak ada unsur kesaktian mistik magical sama sekali.

 

Keris mengalami BIFURKASI dianggap menjadi benda sakti mandraguna jauh setelah jaman Candi-candi Jawa dibangun, karena faktor :

 

  1. HR Van Heekeren : Nusantara memasuki jaman perunggu dan besi menjelang akhir abad Sebelum Masehi yang dibawa dari Yun An dan Dong Son.
  2. Denys Lombard : kelangkaan bahan besi di Jawa karena tidak ada tambang bijih besi, sedikit ditemukan Kalimantan Tenggara, Sulawesi Tengah, pedalaman Sumatera dan Sumbawa. Sehingga kelangkaan besi menjadikan harganya begitu mahal karena kebutuhan pembuatan senjata. Sampai disebut sebagai Tosan Aji, benda berharga atau Wesi Aji, logam berharga.
  3. Timbul Haryono : Kultus pemujaan pretima logam berharga dalam mitologi dan liturgi Hindu India yang masuk tanah Jawa sebagai agama utama
    • Su-varna/Svar emas, ke-surga-an
    • Rupya/Rajata perak, kesucian
    • Loha/Ayasa besi, kesaktian
    • Tamra/Kamsya tembaga, magis
    • Trapu/Trapusa timah putih
    • Vangaja zing
    • Sisaka/Saisaka timah hitam
    • Riti/Paittala Kuningan
    • Mercury hati patung Ganesha/hati patung Jagatnatha Wisnu
  4. Tradisi Wahyu Dewata/Lintang Ngalih/Meteorite dalam tradisi Hindu sinkritisme kejawen, batu besi yang digunakan sebagai bijih besi angkasa yang memperkuat besi besi bumi, dan tak sengaja menjadi motif hiasan pamor. Kelangkaan batu besi angkasa menambah kharisma kesaktian keris menjulang karena batu besi angkasa berarti keris didukung kesaktian Dewata.
  5. Kepercayaan asli Jawa Animime dan dinamisme menggantikan batu Wahyu Dewata Meteorite yang amat sangat langka dengan batu besi dari punden tempat keramat, sehingga keris didukung oleh kesaktian Kodam Jin Lelembut penunggu angker wingit.
  6. Para pujangga Jawa Kadhiri-Jenggala-Majapahit-Mataram menulis sastra Romansa para raja-raja Jawa dengan segala bumbu-bumbu khas ceritera yang mengherankan dan menakjubkan. Karena tanpa hal legenda mitos mistis sedemikian fantastik sebuah karya sastra hanya menjadi sebuah kegiatan menulis cerita karangan bebas karya anak TK.
  7. Legitimasi kekuasaan para ksatria dan brahmana termasuk para raja dan wali-wali.
  8. Propaganda para ningrat dalam ambisi merebut tahta, harta dan wanita.
  9. Kesalah pahaman Orang Jawa yang lupa Kejawennya, lupa bahwa Orang Jawa hanya bicara dengan budaya Bahasa Pasemon. Maka adalah kesalahan mematikan ketika membaca karya sastra para pujangga Jawa difahami secara harfiah kata demi kata apa adanya. Ketika pujangga Jawa bercerita tentang kesaktian suatu pusaka, itu Pasemon. Ketika pujangga Jawa berkisah tentang kesaktian seorang pahlawan/ksatria/raja/wali itu Pasemon, bukan hal sebenarnya.
  10. Budaya literasi Jawa hanya bisa diakses oleh kaum Priyayi Jawa, rakyat kelas bawah hanya mengenal budaya tutur yang hanya dipenuhi mitologi dan legenda yang diracik dari sejarah yang dipenuhi dengan bumbu-bumbu cerita fantastik.

 

Kesalah pahaman dan angan kosong akan kesaktian yang dapat diandalkan dari kekuatan Kodam dan Dewata yang tinggal dalam keris memunculkan SIMULAKRUM yang telah memakan korban jutaan nyawa tak bersalah di sepanjang waktu dan lini sejarah Jawa. Kisah keris-keris pusaka sakti haus darah yang terbukti tak berguna tak dapat melindungi tuannya, keris pusaka karya master piece Empu Sengkeran sekelas Empu Supo Majapahit berjuluk Kyai Bronggot Setan Kober, Carubuk, Sengkelat, Tapak, Nagasasra yang selalu terlibat di dalam kekelaman kubangan darah sejarah perang saudara ratusan tahun tahta Mataram. Keris sakti haus darah Gandring yang selalu tak berguna tak bisa melindungi tuannya di Singasari.

 

Ketika keampuhan dan kesaktian keris yang dianggap berasal dari Kodam Mahluk Halus maupun kekuatan Wahyu Dewata, yang dirawat dan dipuja ratusan tahun turun temurun dengan berkorban waktu, dana, kesehatan dan kesempatan bahkan nyawa, ternyata tak berguna. Bisa karena kesalah pahaman pengagem keris yang tidak bisa mengerti Tayuh dirinya dan tuntutan Tanjeg kerisnya (siapa pengagem dan yang diagem), bisa karena fantasi simulakrum. Di sepanjang jalan sejarah banyak terjadi tragedi yang sangat memilukan ketika ribuan Keris-keris yang konon sakti mandraguna ternyata tak berguna dalam perang penghabisan di suatu tempat serta tak dapat melindungi raja, bangsa dan negaranya.

 

Sebaiknya hal-hal sedemikian tragis tidak lagi terjadi kembali menimpa pengagem keris warisan nenek moyang, hanya karena memahami Pasemon kesaktian keris pusaka secara tidak ilmiah dan tidak logis.

 

Mahzab terkeras Orang Jawa dalam Pergantian kepemilikan Pusaka Jawa

 

  1. Penulisan babak baru Kitab Jitabsara : kitab Skenario (Baratayudha / suksesi pergantian kepemilikan/Peng-agem Pusaka). Batara Guru memerintahkan kepada Batara Penyarikan menyusun Kitab Jitabsara.
  2. Muncul Wahyu Silih Asih : Lintang Kemukus sang Terompet Sangka Kala, muncul di langit malam sebelum fajar/setelah Maghrib. Tanda awal akan adanya ontran-ontran di arah Lintang Kemukus terlihat. Suatu episode dalam kitab takdir Jitabsara segera dimulai. Prabu Kresna menukar Jimat Sri Sekar Wijaya Kusuma penghidup orang mati itu dengan Kitab Jitabsara, sehingga Prabu Kresna menjadi Weruh Sak Durunge Winasih Lan Winarah.
  3. Muncul Wahyu-Wahyu Lintang Ngalih (Meteor) : (yang merujuk juga kepada jenis Dhapur Pusaka yang sesuai derajat pengagem-nya). Ujud Penampakan kilasan cahaya Wahyu Lintang Ngalih Meteor :
    • Andaru – kilasan cahaya sinar warna kuning kemilau bingkai kemerah-merahan. Unsur emas, tembaga, dan timah. Angsar : Harta.
    • Pulung – kilasan cahaya sinar warna biru kehijauan. Unsur emas dan tembaga. Angsar : Hamemayu Hayuning Bawana.
    • Guntur – kilasan cahaya sinar warna ungu, bingkai merah muda. Unsur tembaga, garam, dan belerang. Angsar : Angkara Murka.
    • Teluh Braja – kilasan cahaya sinar warna merah, dengan bingkai berwarna biru. Unsur timah, tembaga, dan belerang. Angsar : Diktator.

 

  1. Lintang Ngalih (Meteor) ini disebut sebagai :
    1. Wahyu Keprabon/Kedaton/Keraton/Dewata :
      • Bukan klaim diri sendiri.
      • Orang lain mendapat Waskita, Wahyu yang bukan kilatan cahaya Lintang Ngalih Meteor.
      • Orang lain akan melihat kilasan cahaya Wahyu Lintang Ngalih Meteor mengarah ke seseorang.
    2. Wahyu Purba (Sansekerta : wewenang, kekuasaan, pengatur) : Tuhan. Bisa Klaim diri sendiri mendapat wahyu / meng-atas nama-kan / mengutamakan perintah tuhan yang datang di jaman dahulu.
    3. Wahyu Sejati Tuhan betul-betul memberi Wahyu baru secara langsung, Ilham berhadaphadapan.
    4. Wahyu Cakra Ningrat (cakra-lingkupan, ning-di, rat-semesta) ilmu pengetahuan multi disiplin untuk mengatur semesta.
    5. Wahyu Sastra Jendra Hayuningrat keselamatan diri, keselamatan raja/negara, keselamatan alam semesta.
    6. Wahyu Makuta Rama : (Makuta-mahkota, Rama- ) bisa menjadi cermin pancaran kemulyaan Tuhan, Raja-Dewa, Ratu-Binathara, Ratu-Binandoro. Wahyu diatas kelas wahyu Sabdo Pandito Ratu-mandi pangucap.

 

Wahyu Mahkota Rama sebenarnya adalah pitutur yang menjadi pegangan seorang raja, tidak berupa kitab atau prasasti tapi wejangan yang harus ditanam dalam hati.

 

Seorang raja akan menjadi sempurna jika punya 9 watak.

  • Matahari → menjadi sumber terang pemberi kehidupan.
  • Bumi → selalu ikhlas memberi.
  • Bulan → teduh menyejukkan, memberikan ketenangan dan kedamaian.
  • Bintang → menjadi petunjuk arah ketika kompas sudah tidak bisa dipedomani.
  • Langit → lapang luas, membentang.
  • Laut → tenang karena kedalamannya.
  • Angin → mampu menyusup ke berbagai tempat agar bisa melihat dengan mata kepala segala masalah yang harus diketahui, agar gendang tidak ditabuh seseh.
  • Air → mengalir ke bawah, merata, pembersih.
  • Api → membakar apapun yang dilalui, yang berarti adil tanpa pandang bulu.

 

  1. Muncul Raja / pengagem pusaka yang baru.

 

 

Kasta Derajat Keris.

 

  • Pusaka Kerajaan (bukan milik Raja, tapi milik Kerajaan, diturunkan kepada raja selanjutnya.
  • Keris Keraton → Ada Wahyu Keraton untuk membabarnya (ada batu meteorit yang jatuh dan ditemukan untuk membabar keris). Bahkan bisa saja dibabar menjadi keris sederhana tanpa perabotan mewah apapun. Dan Wahyu yang dibabar menjadi pamor akan membuat keris menjadi keris Kadewatan bila sang Wahyu menjadi Pamor Raja Gundala Tiban Jwalana Nyondro Lafadz Allah. Bukan pamor yang dibentuk menjadi arca Ganan pada Gandik.
  • Keris Kerajaan → tanpa Wahyu dalam pembabaranya.
  • Keris Raja → berdapur nagasasra / dapur Luk 5 / Kinatah 11 wedana Kamarogan, hanya patut dimiliki oleh seorang raja dan anggota keluarga raja saja.
  • Keris yang menjadi pegangan / piyandel sang raja sehari-hari (bersifat pribadi dan dipakai oleh sang raja sehari-hari) dapur sebarang saja
  • Keris yang merupakan keharusan untuk dimiliki oleh seorang raja (keris yang diterima oleh sang raja dalam acara serah-terima tahta kerajaan, atau keris yang harus dikenakan sang raja dalam upacara-upacara kerajaan).
  • Keris yang dipersembahkan oleh orang lain kepada raja.
  • Keris Ningrat/bangsawan → dapur singa barong / dapur Luk 5 / Kinatah 8 wedana, kelas keris di bawah keris raja, yaitu untuk kerabat raja yang menjabat jadi adipati / bupati dan keluarganya. Hanya boleh dimiliki oleh kalangan Ningrat Bangsawan seperti keluarga raja dan kerabat kerajaan yang menduduki suatu jabatan.
  • Keris Luk 3/5/11/13 Kinatah 6 wedana tanpa ada ukiran arca Ganan pada Gandik, hanya untuk menteri dan pejabat kerajaan, panglima, senopati dan prajurit yang berjasa saja. (yang bukan kalangan ningrat).
  • Keris Luk 3/5/11/13, Kinatah 4 wedana ke bawah tanpa ada ukiran arca Ganan pada Gandik, hanya untuk orang-orang kaya, tumenggung, demang dan lurah yang berjasa saja. (yang bukan kalangan ningrat).
  • Keris Luk 7/9 untuk seorang panembahan / spiritualis / sesepuh masyarakat dan keris untuk seorang raja atau Keluarga raja yang sudah mandito (meninggalkan keduniawian).
  • Keris Luk lurus untuk prajurit dan rakyat biasa. Tak ada Kinatah, tak ada arca Ganan pada Gandik. Kecuali ada anugerah tanda jasa khusus seperti Penghargaan Kinatah Gajah Singa kepada semua keris yang terlibat dalam penumpasan pemberontakan Pati.

 

Jadi bila ada keris Dhapur NogoSosro Kinatah Mas Kamarogan 11 Wedana dijual bebas, maka Orang Jawa tidak akan pernah berani untuk membeli meskipun mampu membelinya seratus kodi keris mewah yang sama. Karena Orang Jawa yang bukan Raja dipastikan bisa tahu diri pun menyadari itu bukan hak-nya. Kecuali orang yang memang tak tahu Budi pekerti.

 

Bila ada Raja Jawa Modern yang mau membeli pun, maka tak akan pernah ragu untuk mengetes keris itu dengan metode ArkeoMetalurgi untuk mengetahui kandungan logam-logam didalamnya beserta usia-nya. Hal yang dipelopori oleh ahli kerisologi nuklir Ir. Haryono Arumbinang Msc. Dengan data usia keris bisa diketahui kiranya Raja Jawa Lama mana yang sembrono menghilangkan keris sedemikian, atau akan diketahui kalau keris ini Cuma bikinan Mahasiswa Seni ISI yang sudah menjadi empu keris yang mahir. Dan dengan membuat keris yang hanya pantas dan patut untuk dikenakan oleh raja tanpa ada perintah dan otoritas Raja-Raja Jawa maka mahasiswa yang melakukan hal seperti ini adalah mahasiswa yang memalukan serta tak tahu diri.

 

Bila ada keris dengan arca Ganan pada Gandik tapi tanpa ada Kinatah dijual bebas, maka Orang Jawa tidak akan pernah mau membelinya. Karena keris sedemikian telah menyalahi pakem Unggah-ungguh Padhuwungan Jawa. Setiap Gandik Ganan pasti wajib pakai Kinatah. Maka keris yang sedemikian Cuma Keris rucah, palsu dan tak berguna.

 

Sekarang pilihan pada diri kita sendiri. Bisa Rumangsa lan Ngrumangsani sadar diri, atau di jaman digital ini merasa tidak perlu menguri-uri budaya Unggah-ungguh Padhuwungan Orang Jawa lagi dan menjadi orang Jawi (luar Jawa) dengan cara mengumpulkan keris secara membabi buta untuk menjadi pedagang keris atau dukun palsu.

 

Sebab bagi Orang Jawa, suatu keris adalah KTP/Passport/Kartu Kredit. Suatu keris mengandung informasi ciri khas siapa pengagemnya. Karena suatu keris hanya dibabar satu kali untuk sesuai dengan satu orang saja. Keris bisa menjadi wakil keberadaan pengagemnya disuatu tempat yang jauh.

 

Satu keris adalah satu Buku Perintah untuk dilaksanakan. Mempunyai ribuan keris adalah mempunyai ribuan tugas perintah. Seperti Keris Luk 9 adalah keris perintah kepada pengagemnya untuk belajar ilmu spiritual agamis dan mengajarkannya. Bila sanggup belajar secara kesehatan, kemampuan intelijensia, finansial pembiayaan, maka agem-lah keris Luk 9. Tapi bila merasa tidak mampu menjadi seorang Pinandita Sinaba Sinisihan Wahyu, seorang guru yang digugu ditiru tempat orang datang bertanya, yang ilmu dan wejangan-nya adalah Wahyu Tuhan, maka sebaiknya sadar diri untuk tidak mengagem keris Luk 9. Bahkan Keris Temanten pun punya perintah paugeran untuk hanya layak dipakai oleh Raja Sehari dihari Istimewa Pernikahan, tidak pantas dan patut dipakai sehari-hari, bahkan oleh manten-nya sendiri.

 

Karena semua dapur keris adalah perintah yang mewajibkan pengagemnya untuk belajar, maka bagi yang tidak mampu belajar, sebaiknya mengurungkan niatnya untuk meng-agem satu keris, apalagi ribuan keris. Sebab keris itu membahayakan diri sendiri, orang lain bahkan membahayakan alam semesta. Keris menjadi haus darah.

 

Sekarang puluhan bahkan ratusan rampasan keris gagal yang konon berangsar ampuh dan sakti ini dipamerkan di museum Tropen, Delf dan Leiden Belanda sebagai piala kemenangan Belanda, tanpa ada satupun Kodam Ampuh dan Dewa Sakti yang marah-marah, bahkan setelah ratusan tahun tidak diberi makan dupa, bunga dan sesaji. Apalagi sebahagian keturunan bangsawan Bali tidak lagi mau menerima keris-keris tak berguna ini kembali masuk istana, karena keris-keris yang konon berisi Kodam sakti mandra guna ini gagal melindungi bangsa, negara dan raja-raja para tuan-tuannya. Ini semua karena ke-salah paham-an terhadap keris. Keris bukan sakti karena menjadi rumah indekos mahluk halus jenis Kodam Jin dan Dewa-dewi berkesaktian super. Keris menjadi sakti ketika pengagemnya bisa menjalankan perintah belajar Wahyu yang tersirat dalam dapur kerisnya.

 

Orang Jawa selalu terkenang akan Dhawuh pitutur wewejang dening Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam karyanya Pupuh Kinanthi Serat Pengging Witaradya utawis Serat Adji Pamasa 1863. Sura Dira Jaya Ningrat Lebur Dening Pangastuti, bahwa segala sifat keras hati, kelicikan, Angkara murka akan luluh tidak oleh kekerasan dan dhuwung, tapi oleh kebijaksanaan, kelembutan, welas asih dan kesabaran. Hal-hal yang didapat dengan ngelmoni dhuwung-nya, meresapi segala paugeran dan tata titi-nya sepanjang waktu serta mengamalkan-nya sepanjang laku.

 

Seperti halnya kitab suci, bila dipelajari dan diamalkan maka kitab suci menjadikan pengagemnya bisa Waskita, Winasih, Winarah tahu sebelum kejadian, tanggap dan mandi pangucap untuk bisa menyelamatkan diri sendiri, orang lain, bangsa, negara, agama dan alam semesta. Mamayu Hayuning Bawana, mamayu hayuning Pribadi, Mamayu Hayuning Dewata. Itu yang dimaksud dengan Wahyu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu kepada pengagem keris. Juga maksud Wahyu Makuta Rama, Wahyu Keprabon, Wahyu Purba, Wahyu Sejati, Wahyu Cakraningrat maupun Wahyu Jitabsara bahkan Wahyu Bagawat Gita atau Wahyu kitab suci-kitab suci yang lain.

 

Orang Jawa melarang keras orang untuk senang dan membeli keris yang tidak bisa beranak, bila tidak bisa belajar perintah dan pa-uger-an tesirat yang ada pada keris dan mengamalkannya. Sama-sama harus mengeluarkan tenaga dan pikiran untuk mengerti pesan tersirat, lebih baik membeli sapi yang nanti bisa berkembangbiak menghasilkan anak sapi yang bisa dijual, bila bisa mengerti pesan tersirat dari sapi kapan sapi menunjukan tanda tersirat bahwa sudah lapar atau tanda minta berahi.

 

Keris memiliki tempat khusus di hati Orang Jawa kerena keris memiliki Pasemon, yaitu nilai-nilai dan arti yang tersirat dan tersurat sebagai pesan moral, serta simbol dari suatu paugeran dan tata Krama yang mendalam. Tapi bagi orang yang hidup dengan pakem di luar Pakem Orang Jawa, keris pada saat ini dimanfaatkan sebagai :

  • Fungsi simbolik, menjadi logo
  • Harta Warisan keluarga, pusaka peninggalan keluarga
  • Fungsi sosial, status sosial seperti punya mobil mewah
  • Senjata yang dipercayai memiliki kekuatan mistis, di kalangan perdukunan Barang antik, untuk investasi dan perdagangan

 

Semoga dengan ngelmoni dan memutuskan untuk berani mengagem keris, bangsa Jawa bisa menjadi Orang Jawa yang Njawani Sakti Pilih Tanding Pinandita Sinaba Sinisihanwahyu Satria Piningit Ratu Adil.

Bagikan ke

Mazhab Keris Keras – Bifurkasi dan Simulakrum

Saat ini belum tersedia komentar.

Silahkan tulis komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan kami publikasikan. Kolom bertanda bintang (*) wajib diisi.

*

*

Mazhab Keris Keras – Bifurkasi dan Simulakrum

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Checkout
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah:

WhatsApp WhatsApp us