Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

Admin PusakaKeris.com
● online
Admin PusakaKeris.com
● online
Halo, perkenalkan saya Admin PusakaKeris.com
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Buka jam 08.00 s/d jam 23.00
Beranda » Dhapur Jalak Budha » KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno
click image to preview activate zoom

KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno

KodePK144
Stok Habis
Kategori Dhapur Jalak Budha, Keris, Keris Istimewa, Keris Kuno, Keris Lurus, Keris Sepuh, Pamor Kelengan, Tangguh Kabudhan, TOSAN AJI 3
Tentukan pilihan yang tersedia!
OUT OF STOCK
Maaf, produk ini tidak tersedia.
Bagikan ke

KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno

KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno

  • Dhapur Keris (jenis bentuk keris) : Jalak Budho
  • Pamor (motif lipatan besi) : Keleng Besi Nglempung
  • Tangguh (perkiraan masa pembuatan) : Kabudhan (Abad X)
  • Panjang Bilah : 17,7 cm
  • Warangka : Sandang Walikat Kayu Galih Nagasari
  • Handle / Gagang : Batu Ukir Yoni Primitif
  • Kode: PK144

Dialih rawatkan (dimaharkan) KERIS PUSAKA TINDIH!! Betok Sombro Asli Sepuh Kuno Tua sesuai dengan foto dan deskripsi yang tertera.

KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno

Tentang KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno

KERIS KABUDHAN = KERIS TINDIH, Isoteri dalam dunia tosan aji merupakan ranah yang susah diukur dan bisa jadi menjadi hal subyektif karena menyangkut pengalaman spiritual pribadi. Keris Kabudhan hingga kini diburu para kolektor tosan aji. Alasannya, keris model ini adalah pusaka “wajib” yang mesti terpajang di gedong pusaka. Keris Kabudhan difungsikan sebagai keris tindih alias keris pengasuh dipercaya sebagai penetralisir aura negatif. Ada kepercayaan dalam penggemar tosan aji khususnya dalam strata perkerisan, tertulis maupun tidak, sebenarnya mengacu pada sistem patronize dalam budaya Jawa. Orang yang paling dihormati adalah yang paling tua. Meskipun tidak berlaku secara kaku, dalam tatanan sosial masyrakat Jawa, namun diutamakan yang tua didahulukan. Jadi adalah hal yang lumrah bila kemudian di dalam dunia perkerisan, keris kabudhan diletakkan sebagai sesepuh (dianggap paling tua) dan diyakini bisa meredam aura-aura negatif dari keris-keris yang lebih muda.

Dari sudut pandang ilmiah memang masih bisa masuk akal, karena keris-keris tangguh kabudhan apabila kita cermati lebih lanjut memiliki karakteristik besi yang berbeda dengan besi keris tangguh lainnya. Besi malela (pasir besi) seolah dicampur jadi satu tampak liat seperti jenang. Kemudian apabila dilakukan perendaman, jika semisal menggunakan air kalapa bersih besinya akan cepat menyerap menjadi bersih, kemudian sebaliknya apabila air rendaman sudah kotor, besipun akan menyerap warna yang sama dengan air menjadi kotor. Ya besi keris budha seolah bisa menyerap dengan cepat apapun yan ada disekitarnya. Bagi mereka yang waskita keris tindih yang boleh dikatakan tidak utuh, jelek, berpatina bagaimana bisa menindih keris lainnya yang secara fisik lebih wutuh, cantik dan indah besi maupun pamornya? Tidak lain dan tidak bukan sebenarnya adalah kita menindih ego kita sendiri yang merasa bangga dan menjadi sedikit sombong dengan keris ageman-nya, seolah kerisku lah yang paling dan ter- diantara yang lain.

Keris yang umumnya berdhapur bethok atau jalak ini terbilang langka sulit dicari dan jarang pula diketemukan utuh. Keris Budha – Purwacarito merupakan keris penemuan yang memiliki bentuk dan ciri-ciri yang khas, keris yang ditemukan oleh penambang pasir tradisional, pembuat bata, petani di sawah dengan secara tidak sengaja, yang kemudian dikoleksi oleh para pecinta keris melalui pengepul dari daerah-daerah.

Penemuan keris Budha – Purwacarita tidak hanya di sungai-sungai, melainkan sering pula di persawahan. Kompleks pekuburan kuno sering ditemukan di pinggiran sungai, posisi kerangka kepala selalu menghadap ke timur sesuai tradisi penguburan pada masa lalu. Ketika ada informasi ditemukan pecahan gerabah atau porselin, maka biasanya ditemukan perkakas rumah tangga, kalung manik-manik, uang keping tembaga dan keris terpendam. Benda-benda yang ditemukan biasanya, kerangka manusia yang sudah menjadi kapur yang keras dan berkeping-keping. Kerangka tersebut belum menjadi fosil batu karena usianya masih dibawah 2000 tahun. Penemuan pada bekas kuburan tua disebut “bekal kubur”. Diperkirakan lokasi penemuan itu adalah kompleks kuburan yang luruh oleh erosi sungai. Tidak jarang pula ditemukan oleh pembuat batu bata dan genting pada “sungai mati”, yang dimaksud dengan “sungai mati” adalah lokasi sungai yang sudah berubah atau berpindah (serong) dan tertimbun tanah menjadi daratan, jika digali didalamnya terdapat tanah liat yang bagus untuk bahan tembikar. Selain itu sering pula pencari pasir menemukan keris dan benda lainnya di tengah sungai yang sedang mengering. Bahwa sungai pada masa itu merupakan lalu lintas dan pusat keramaian menjadi alasan utama sebagai lokasi utama penemuan keris-keris ini. Sungai sebagai lalu-lintas juga memungkinkan terjadinya perampokan bahkan peperangan, sehingga beberapa senjata terjatuh dan terpendam di sungai.

KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno

Sejarah Singkat dan Filosofi KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno

JALAK BUDHA, agaknya fauna yang pertama kali menginspirasi para Empu keris pada zaman dahulu adalah burung jalak. Dari temuan keris yang dianggap paling tua, hanyalah keris berdhapur Jalak yang dianggap melambangkan burung ocehan yang dekat dengan kaum petani itu. Secara umum, dhapur jalak merupakan salah satu keris lurus yang ukuran bilahnya lebar, panjangnya sedang, bagian sor-soran keris jalak biasanya agak tebal, gandiknya polos dengan pejetan dangkal dan biasanya memiliki sogokan rangkap – depan dan belakang.

FILOSOFI, konon menurut Serat Pustaka Raja Purwa penciptaan dhapur Jalak diawali dengan titah Prabu Sri Samaratungga dari kerajaan Mataram Budha di Jawa bagian Tengah, yang mendapatkan wangsit dari hasil perenungannya. Dalam kontemplasi tentang segala hal yang dilihat oleh sang Prabu sehari-hari, Baginda menyimpulkan, agar rakyat di kerajaannya dapat hidup makmur dan sejahtera maka harus memuliakan burung Jalak – yang saat itu memang dianggap sebagai burung yang dekat dan banyak membantu kaum petani. Dikisahkan pula, sejak muda kegemaran sang Raja Budha adalah blusukan berkelana mengelilingi seluruh penjuru atau pelosok negeri – melihat dengan mata kepala sendiri keadaan rakyatnya. Raja tidak mau hanya menjadi atasan yang hanya mendapat laporan dari para bawahan semata, tetapi ingin terjun langsung di lapangan. Untuk itu, kadang sang Raja menyamar menjadi rakyat biasa, untuk dapat menyelami isi hati para kawula di pedesaan.

Baginda kemudian meminta para empu keraton untuk menciptakan keris dengan mengambil bentuk maknawi burung Jalak. Maka dengan melalui proses pengendapan batin yang dalam, maka terciptalah sebuah keris dhapur Jalak – yang nantinya disebut Jalak Budha. Sang Raja kerajaan Mataram Budha itu sangat bersuka cita sekali dengan keris yang tercipta oleh para Empu keraton. Sejak itu sang Prabu memaklumatkan keris pancer dhapur Jalak Budha sebagai keris pusaka negara. “Reungeunta i sakweh kita, sun maule Sang Jalak Budha dadyeka raksa ri nagara” titah Pabu Sri Samaratunga pada tahun 820 M, yang artinya – kurang lebihnya : “Dengarkanlah olehmu semua, aku muliakan Sang jalak Budha menjadi penjaga negara”.

Seperti apa bentuk maknawi burung Jalak dalam keris? Ini jelas terlihat dari ricikan yang tertera pada bilahnya, yang secara keseluruhan menggambarkan profil kepala burung Jalak. Pejetan menggambarkan bentuk dahi, sogokan bagian depan melukiskan paruh atas, sedangkan sogokan bagian belakang membentuk paruh bagian bawah dan leher sang burung.

Keris Sang Jalak melambangkan kebersamaan Raja beserta para penggerak negara selaku pelindung seluruh rakyat petani beserta kehidupan agrarisnya, selayaknya burung jalak yang selalu mengajarkan kepada seluruh jajaran negara, mulai dari pangeran, patih, adipati, mantri, dhyaksa, akuwu, demung, buyut, hingga para luruh dan bekel untuk menjiwai tauladan dari kehidupan burung jalak. Keris Sang Jalak adalah penjaga negara, karena melambangkan dinasti kerajaan Mataram Budha yang bersumpah menegakkan tugasnya sebagai pengayom para kawula tani. Seperti titah Prabu Sri Samarotungga, bahwa jika ada bangsawan dan priyayi yang semulia Dewa Brahma, sepandai Dewa Wishnu, sesakti Dewa Shiwa, ataupun sekaya Dewa Kuwera, namun ia tidak mengayomi para kawula, melainkan hanya menyia-nyiakannya saja, maka tak lain hanya benalu parasit, yang lebih hina dari lalat dan serangga nakal yang suka menganggu kerbau.

KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno

Tentang Tangguh Kabudhan

TANGGUH KABUDHAN, walaupun keris budha (jalak dan bethok) dan tangguh kabudhan dikenal masyarakat secara luas, namun jarang sekali dimasukkan dalam buku-buku yang memuat soal tangguh (perkiraan jaman pembuatan). Bahkan buku-buku soal tangguh versi sebelum kemerdekaan seperti ‘Serat Panangguhing Duwung‘ karya Mas Ngabehi Wirasoekadga, Abdi Dalem Mantri Pande di Surakarta hanya mencatumkan permulaannya mulai dari Pajajaran hingga akhir Surakarta. Sedangkan mengenai tangguh kabudhan itu sendiri setidaknya terdapat dua pengertian yang dipahami, yaitu pertama diartikan saat agama Budha berkembang di tanah Jawa dan yang kedua diartikan sebagai zaman budo yang menandakan zaman baulah atau zaman yang tidak bisa diperkirakan dengan tepat rentang waktunya.

Tangguh Kabudhan (akhir) keberadaan keris sedikit terkuak dan mulai dapat dilacak melalui berbagai temuan artefak yang terpendam di aliran sungai, sawah, bekas makam kuno dan lain sebagainya. Pada umumnya artefak keris yang dijumpai masih sangat sederhana dan dirasa kental membawa pola bentuk dasar DNA nya berupa kadga, yaitu seperti senjata tikam berbentuk pendek, tebal dan lebar mirip belati.

Untuk ukuran keris-keris temuan yang lama terpendam di dasar sungai ratusan bahkan ribuan tahun, bilah keris ini masih bisa menunjukkan jati diri aslinya dan cukup ‘ampuh’ menahan gerusan waktu dan dahsyatnya serangan gelombang alam. Karakter material besi lokal asli Nusantara sangat terasa pada bilah ini.

Orang tua jaman dahulu menyebutnya dengan wesi kucur (besi tuang?). Dalam buku Serat Cariyosipun Para Empu ing Tanah Jawi, 1919; kutipan berbentuk tembang Sinom: Ing ngulet dadi satunggal/ warna telu dadi siji/ wus adate jaman Buda/ mengkono yen karya keris/ tan kaya jaman mankin/ dhewe-dhewe yen namasuh/mulane wijang-wijang/ pamor wesi waja pinggir/ nora kaya jaman Buda kaya malela ….

Maksudnya kira-kira begini: dicampur jadi satu/ tiga bahan menjadi satu/ sudah menjadi kebiasaan jaman budha / begitulah jika membuat keris/ tidak seperti jaman sekarang/ disusun terpisah-pisah saat menempa/ maka tampak terpisah besinya/ pamor besi dan baja di pinggir/ tidak seperti ketika dahulu jaman budha seperti besi malela.

Pasir besi dalam bahasa Jawa disebut wedhi malela atau wesi malela. Hampir sepanjang pantai selatan pesisir jawa, mulai dari barat Jogjakarta, Kutoarjo sampai ke Pelabuhan Ratu di Jawa Barat banyak ditemukan pasir besi ini. Ada tiga jenis besi malela, yakni besi malela hitam, besi malela kendaga dan besi malela pusuh. Malela hitam wujudnya bila diproses dengan warangan akan tampak bahwa besi itu bersifat memasir atau seperti pasir, besi malela kendaga bila diproses atau besinya diputihkan dengan cairan asam akan tampak kristal-kristal seperti gula pasir berbentuk kotak-kotak kecil. Pendapat lain, besi malela kendaga adalah besi yang jika dirawangi berwarna coklat tanah (oker) namun jika dilhat di bawah terik matahari ada nuansa semburan emas (seperti di-brom). Sedangkan besi malela pusuh akan tampak berserat atau mrambut (seperti rambut). Pamor dari besi-besi ini biasanya muncul secara kebetulan dalam proses tempa (pamor tiban). Berbeda dengan besi jaman Mataram yang sudah berbau Eropa dengan teknik smelting atau pemurnian yang lebih modern.

KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno

Seperti yang dapat kita lihat bersama, bentuk keris ini masih sangat sederhana, demikian juga material besi malela hitamnya dengan condong leleh (derajad kemiringan) agak tegak masih terasa membawa bentuk pola dasarnya, yakni kadga. Meskipun masih tergolong sederhana tapi sudah memperlihatkan tiga bagian pokok dari sebuah keris, yaitu gagang, gonjo, dan bilah.

Tags: , , , , , , , , , , , , , , ,

KERIS TINDIH PALING TUA!! Jalak Budho Kuno

Berat 1500 gram
Kondisi Baru
Dilihat 6.711 kali
Diskusi Belum ada komentar

Belum ada komentar, buka diskusi dengan komentar Anda.

Silahkan tulis komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan kami publikasikan. Kolom bertanda bintang (*) wajib diisi.

*

*

Produk Terkait

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Checkout
WhatsApp WhatsApp us